Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketimbang Darurat Sipil, Pengamat Sarankan Pemerintah Lakukan Karantina Wilayah

Pengamat menyarankan pemerintah agar melakukan karantina wilayah untuk mencegah penyebaran Covid-19, dibanding darurat sipil.

Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Ketimbang Darurat Sipil, Pengamat Sarankan Pemerintah Lakukan Karantina Wilayah
AFP/Juni Kriswanto
Polisi menggunakan kendaraan water cannon melakukan penyemprotan disinfektan di jalan-jalan protokol sebagai antisipasi penyebaran virus corona atau Covid-19 di Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/3/2020). AFP/Juni Kriswanto 

TRIBUNNEWS.COM - Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah, meminta pemerintah untuk mengambil kebijakan karantina wilayah ketimbang darurat sipil dalam menangani Covid-19.

Pernyataan ini disampaikan Piter dalam program Sapa Indonesia Pagi yang dikutip dari siaran langsung Kompas TV, Selasa (31/3/2929).

Sebelumnya Jubir Presiden, Fadjroel Rachman, menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melompat pada kebijakan darurat disiplin kalau kondisi di Indonesia semakin memburuk.

"Presiden malah melompat, kalau misalnya keadaannya memburuk kita akan melakukan darurat sipil, itu lebih keras dari karantina wilayah," ujar Fadjroel yang juga menjadi narasumber di acara tersebut.

Fadjroel mengatakan, darurat sipil dalam konteks ini berbeda dengan situasi saat terjadi konflik ataupun pemberontakan.

Baca: UPDATE Corona Hari Ini, 1 April 2020: Angka Kematian di Italia dan Spanyol Melampaui China

Baca: Kapan Pandemi Corona di Indonesia Berakhir? Alumnus Matematika UI Ungkap Skenario Prediksi Covid-19

Pernyataan Fadjroel ini mendapatkan kritikan keras dari Piter.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam (KEMENKEU)

"Saya sebenarnya disitu kehilangan konteksnya," ujar Piter.

Berita Rekomendasi

Karena menurutnya dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, seharusnya pemerintah lebih merujuk ke Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Kita 'kan berhadapan dengan pandemi, berhadapan dengan persoalan kesehatan dan keselamatan masyarakat," kata Piter.

"Yang itu jelas rujukannya adalah Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan," imbuhnya.

Dengan hanya menyinggung pembatasan sosial berskala besar dan darurat sipil, Piter menilai pemerintah terlihat alergi dan takut mengambil kebijakan karantina wilayah.

"Untuk itu kenapa harus lompat, kenapa pemerintah sepertinya sangat alergi, khawatir, takut dengan mengambil kebijakan karantina wilayah," ungkapnya.

"Padahal tentunya UU yang sangat baru itu ada maksud dan tujuan yang sangat baik ," imbuhnya.

Piter juga menuturkan isi dalam UU itu sangat jelas terkait bagaimana tahapan-tahapan yang harus dilakukan pemerintah dalam rangka menghadapi kondisi yang mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Ketika kondisi sudah memburuk, yang dilakukan bukan darurat sipil, tetapi bagaimana pemerintah seharusnya mengambil kebijakan karantina.

Baca: Kata Pengamat soal Kebijakan Jokowi Gratiskan Tarif Listrik hingga Keringanan Kredit

Baca: AS Beri Bantuan ke Indonesia Senilai Rp 37,6 Miliar untuk Tangani Virus Corona

Lebih lanjut ia menuturkan karantina wilayah merupakan opsi yang baik untuk diambil pemerintah jika kondisi tanah air memburuk karena Covid-19.

"Karena tidak ada buruknya karantina itu, dimana ini membatasi pergerakan keluar masuk untuk daerah tertentu," tegasnya.

"Kalau kita sudah menentukan karantina wilayah maka wilayah itu diisolasi dimana didalamnya semua kebutuhan masyarakatnya dipenuhi," imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengintruksikan agar pembatasan sosial berskala besar (Phsycal Distancing) lebih tegas.

Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) (Dok. Kemlu RI)

Perintah ini disampaikan Presiden dalam rapat terbatas laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona melalui telekonferensi, Senin (30/3/2020).

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas," kata Presiden yang dikutip dari Tribunnews.com.

Bahkan agar kebijakan tersebut dapat berjalan efektif dan masyarakat dapat disiplin, maka menurut Presiden perlu adanya kebijakan darurat sipil.

"Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat, sipil," kata Presiden.

Presiden juga memerintahkan kepada jajaran kabinetnya untuk menyusun aturan pelaksanaan yang jelas terkait kebijakan physical distancing skala besar.

Aturan tersebut akan menjadi panduan bagi pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.

Baca: Jumlah Pasien Covid 19 yang Sembuh Trennya Meningkat

Baca: Indonesia dan 2 Negara Lainnya Diprediksi Tak Alami Resesi Pasca-Pandemi Corona, Ini Alasannya

"Saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan pemerintah daerah," pungkasnya.

Jubir Presiden Sebut Darurat Sipil Opsi Terakhir Pemerintah Tangani Covid-19

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman
Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman (Tribunnews.com/Taufik Ismail)

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, menegaskan penerapan darurat sipil menjadi langkah terakhir pemerintah dalam menangani Covid-19 di Indonesia.

Opsi darurat sipil akan dilakukan jika virus yang pertama kali mewabah di Wuhan, China ini telah menyebar semakin masif.

Pernyataan Fadjroel ini disampaikan dalam program Sapa Indonesia Malam yang dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (31/3/2020).

"Dari pernyataan Presiden yang jadi arahan di Ratas pada Senin (30/3/2020), apa yang menjadi prinsipnya yang pertama yakni asas keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," kata Fadjroel.

"Adapun penerapan tentang darurat sipil hanya menjadi langkah terakhir apabila pembatasan sosial berskala besar plus pendisiplinan hukum ini tidak berjalan semestinya," imbuhnya.

Kendati demikian jika melihat kondisi di tanah air saat ini, Fadjroel mengatakan pembatasan sosial berskala besar dan pendisiplinan hukum sudah cukup dijalankan.

"Sampai hari ini Presiden Joko Widodo menganggap apa yang dikerjakan oleh pemerintah sudah cukup dengan pembatasan sosial berskala besar, serta pendisiplinan hukum yang dijalankan melalui maklumat Kapolri dengan berbasis KUHP," tegasnya.

"Hingga Minggu, 29 Maret 2020 dilaporkan oleh Kapolri misalnya, pendisiplinan hukum dengan pembubaran kerumunan sudah berjumlah 10.424 kegiatan," ungkapnya. 

"Sehingga Presiden Joko Widodo berharap hal ini, pendisiplinan hukum ini sudah cukup, sehingga kita tidak perlu melompat kepada langkah terakhir yaitu apa yang disebut Darurat Sipil," kata Fadjroel.

(Tribunnews.com/Isnaya/Taufik Ismail)
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas