Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri PPPA: Kebijakan Belajar di Rumah Dapat Menjadi Beban Bagi Orang Tua

I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan penerapan belajar di rumah bagis siswa berdampak terhadap bertambahnya beban yang dialami orang tua.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Menteri PPPA: Kebijakan Belajar di Rumah Dapat Menjadi Beban Bagi Orang Tua
Istimewa
Menteri PPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan penerapan belajar di rumah bagis siswa berdampak terhadap bertambahnya beban yang dialami orang tua.

Alasannya, tidak semua sekolah memberikan sarana prasarana belajar dari rumah.

Hal itu dikatakan Bintang Darmawati dalam rapat kerja virtual dengan Komisi VIII DPR RI, Kamis (9/4/2020).

"Kebijakan belajar di rumah dapat menjadi beban tersendiri bagi ibu. Terutama ketika sekolah tidak menyediakan panduan yang cukup, atau orang tua tidak memiliki kemampuan maupun sarana dan prasarana yang memadai untuk mengajarkan anak di rumah," katanya.

Baca: Wartawan Balai Kota Bagikan 100 Paket APD Kepada Pengemudi Ojol dan Bajaj

Bintang menambahkan keluhan itu berlanjut karena seorang ibu juga masih harus menjalankan peran rumah tangganya.

Di sisi lain harus menemani anaknya belajar secara online.

Baca: Menlu Ungkap Puluhan Ribu WNI Telah Pulang Ke Tanah Air Sejak MCO Diberlakukan Malaysia

BERITA REKOMENDASI

Sehingga, ia khawatir tidak semua anak mendapatkan pendidikan maksimal.

"Budaya patriarki yang masih kental di masyarakat juga memberikan beban ganda bagi seorang ibu. Dalam situasi ini, dari sisi anak kurang memadainya sarana prasarana yang dimiliki. Dan kemampuan orang tua yang kurang mumpuni membuat mereka terancam tidak mendapatkan pendidikan yang optimal," ujarnya.

49 persen siswa merasa terbebani

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan pihaknya memiliki hasil survei terkait program belajar dari rumah yang diterapkan pemerintah sejak mewabahnya virus corona di Indonesia.

Bintang Darmawati menyebut 49 persen anak merasa terbebani dengan kebijakan belajar di rumah secara online karena dibebani banyak tugas.


Sementara itu, 58 persen anak merasa tak senang selama belajar dari rumah.

Hal itu berdasarkan survei online yang dilakukan pada 26-29 Maret 2020.

Baca: TikTok Sumbangkan Rp 100 Miliar untuk Bantu Penanganan Covid-19 di Indonesia

"49 persen anak menyatakan belajar di rumah membebani anak dengan tugas yang banyak. Dan 58 persen anak menyatakan perasaan yang tidak menyenangkan selama menjalani program belajar dari rumah," ungkap Bintang Darmawati dalam rapat kerja virtual dengan Komisi VIII DPR, Kamis (9/4/2020).

Namun, Bintang Darmawati menyebut 99 persen siswa yang disurvei menyadari kebijakan ini penting, karena dianggap pengganti kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Baca: Update Corona 9 April 2020 Pukul 20.00 WIB: Tembus 1,5 Juta Lebih, Lonjakan Kasus Baru di Spanyol

"Sebenarnya 99 persen anak menyatakan bahwa belajar di rumah merupakan program yang sangat penting. Dan 91 persen anak mendapatkan dukungan dari orang tua selama belajar di rumah," katanya.

Kemenag gandeng provider

Kementerian Agama memahami biaya paket data yang sekarang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran daring di lingkup madrasah.

Diketahui dalam dalam sebulan terakhir para santri melakukan kegiatan belajar dari rumah akibat wabah corona

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Ahmad Umar menyebut pembelajaran daring di madrasah akan terus dikembangkan.

"Kami tengah menginisiasi kerja sama dengan provider jaringan internet untuk memberikan dukungan paket data bagi siswa madrasah," kata Umar di Jakarta, Kamis (9/04/2020).

Menurutnya, skema kerja sama dengan provider itu bisa dalam bentuk pemberian paket data gratis atau pemberian kuota tertentu bagi siswa dan guru madrasah untuk mengakses situs tertentu yang terkait pembelajaran.

"Skema kerja sama ini tentu mengacu pada ketentuan peraturan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Ini yang sedang dikaji," ujar Umar.

E-learning madrasah, dikatakan Umar, sedianya akan mulai digunakan mulai tahun ajaran 2020-2021, tepatnya Juli 2020.

Namun, seiring pemberlakuan daring dalam pencegahan Covid-19, e-learning sudah digunakan lebih awal, sejak Maret 2020.

"Sampai sekarang sudah 9.561 madrasah, 45.956 guru, dan lebih 420 ribu siswa yang memanfaatkan layanan e-learning madrasah," tuturnya.

"Kemenag juga sedang menyusun Modul Pembelajaran Jarak Jauh bagi siswa dan madrasah yang masih terisolir dan mempunyai hambatan jaringan internet di daerahnya," kata Umar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas