Perpres Tentang Perubahan Postur dan APBN 2020, Abaikan Rambu Hukum
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 berbunyi "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyoroti Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Heri mengatakan, dalam Perpres tersebut dicantumkan dasar hukum pembuatannya adalah Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020.
"Dari sini dapat disimpulkan tampaknya pemerintah ingin mengebut sendiri dengan mengabaikan rambu-rambu hukum. Main terabas," ujar Heri dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (10/4/2020).
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 berbunyi "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."
Baca: Kecewa Penolakan Pemakaman Jenazah, Semua Perawat di Jateng Kenakan Pita Hitam Selama Sepekan
Menurut Heri, jika hanya membaca ketentuan ini maka presiden bisa melakukan apa saja atau seperti raja, di mana ucapan presiden adalah hukum.
"Kami menilai dari segi positifnya saja. Mungkin orang-orang di lingkaran presiden yang ingin menjerumuskan presiden menjadi sosok penguasa tunggal," ucapnya.
Baca: Update Corona 11 April: Kasus di Seluruh Dunia Tembus 1,6 Juta, Ini 40 Negara dengan Kasus Terbanyak
"Presiden dalam hal ini mengikuti saja karena sedang sibuk memikirkan kondisi negara yang makin genting," sambung politikus Partai Gerindra itu.
Berdasarkan aturan main konstitusi, kata Heri, persoalan yang berkaitan dengan APBN harus melibatkan DPR, karena Pasal 20a ayat 1 menyatakan DPR memiliki fungsi anggaran dan fungsi tersebut diperkuat dengan Pasal 23.
"Jadi, Pasal 4 UUD 1945 tidak tepat dijadikan dasar hukum membuat Perpres 54/2020. Jika itu dipaksakan, pemerintah juga bisa dianggap melakukan pengebirian terhadap hak konstitusional DPR terkait penganggaran," tutur Heri.
Melihat kondisi tersebut, Heri menyarankan pemerintah jika ingin merubah APBN maka mengajukan ke DPR untuk perubahan APBN.
Kemudian, DPR bersama pemerintah akan membahas revisi Undang-Undang Nomo 20 tahun 2019 tentang APBN tahun Anggaran 2020.
"Sangat mudah, tidak melanggar konstitusi dan akan menjadi pijakan yang sangat kuat bagi pemerintah untuk melakukan upaya penanggulangan Covid-19," kata Heri.
Diketahui, secara garis besarnya, Perpres tersebut telah mengubah target penerimaan negara menjadi Rp1.760,9 triliun, nilai itu turun Rp472,3 triliun dari target awal penerimaan negara sebelumnya sebesar Rp2.233,2 triliun.
Baca: Pasien Sembuh dari Virus Corona Beberkan Kondisi Ruang Isolasi di RSKD Duren Sawit
Angka tersebut terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp1.462,6 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp297,8 triliun sebelumnya Rp366,9 miliar, dan penerimaan hibah sebesar Rp498 miliar.
Sementara itu, untuk alokasi belanja negara meningkat Rp73 triliun dari sebelumnya Rp2.540,4 triliun menjadi sebesar Rp2.613,8 triliun.
Adapun dalam Perpres disebutkan belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.851 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 761,7 triliun.
Nantinya pembiayaan anggaran akan melalui pembiayaan utang, pemberian pinjaman, kewajiban pinjaman, dan pembiayaan lainnya.
Baca: Gunung Anak Krakatau Erupsi, Status Waspada, Warga Tak Diperbolehkan Mendekat 2 Km dari Kawah
Defisit anggaran yang tadinya hanya 1,76 persen diubah menjadi 5,07 persen. Total utang yang tadinya hanya Rp. 307,2 triliun berubah menjadi Rp. 852,93 triliun. Selain itu, defisit keseimbangan primer juga akan meningkat dari Rp12 triliun menjadi Rp517,7 triliun.