Legislator PKS Dukung Program Asimilasi Meski Sayangkan Kontrol Minimalis Terhadap Napi
Dia berpandangan Bapas seharusnya mengontrol dan mengunjungi rumah napi yang dibebaskan tiap bulannya.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
![Legislator PKS Dukung Program Asimilasi Meski Sayangkan Kontrol Minimalis Terhadap Napi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ilustrasi-penjahat-9992112.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 13 narapidana dari total 36 ribu napi diketahui kembali melakukan aksi kriminal setelah dibebaskan atau menerima program asimilasi dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengaku mendukung program asimilasi.
Meskipun demikian, ia menyayangkan lemahnya kontrol terhadap napi yang bebas.
"Jadi saya percaya sepenuhnya kepada Kemenkumham untuk membebaskan mereka yang sudah waktunya untuk mendapatkan hak ini. Tapi sayangnya kontrol yang sangat minimalis sehingga kemudian terjadilah peristiwa itu," ujar Nasir, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (20/4/2020).
Baca: Ini Penjelasan Pemerintah Mengenai Jenazah yang Dimakamkan dengan Prosedur Covid-19
"Seperti kata pepatah gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga. Jadi gara-gara mungkin belasan orang, ribuan orang itu terkena dampaknya," imbuhnya.
Nasir mengakui ada sebuah dilema dalam kasus ini. Di satu sisi, asimilasi adalah hak para napi yang harus diberikan, karena mereka telah menjalani dua per tiga masa hukuman.
Sementara di sisi yang lain, Badan Pemasyarakatan (Bapas) dinilai tidak bekerja maksimal dalam mengontrol napi-napi tersebut.
Dia berpandangan Bapas seharusnya mengontrol dan mengunjungi rumah napi yang dibebaskan tiap bulannya.
Baca: UPDATE: 6.760 Pasien Positif, 747 Orang Sembuh dan 590 Orang Meninggal di Indonesia
Hal itu perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi napi, kemudian meminta pertanggung jawaban ke pihak penjamin terkait nasib napi setelah melakukan asimilasi dan pembebasan bersyarat.
"Tapi mereka kan nggak punya dana untuk melakukan kunjungan itu. Lalu dibuatlah ketentuan napi lah yang harus melapor. Oke kalau napi itu dekat dari bapas, kalau jauh bagaimana? Jadi ini tidak dilakukan, kemudian mekanisme atau prosedur ini tidak berjalan dengan baik, sehingga terjadilah kejahatan yang dilakukan napi tersebut," jelasnya.
Nasir juga mengungkap kemungkinan para napi tidak mendapat pelatihan keterampilan selama mendekam di lapas.
Sehingga ketika bebas, yang bersangkutan akan kesulitan mencari pekerjaan dan uang serta tergoda melakukan kejahatan karena menganggur.
"Belajar dari kasus-kasus ini, maka Kemenkumham harus mengevaluasi apakah ada oknum-oknumnya yang ikut bermain dalam memberikan asimilasi ini," kata dia.
"Misalkan napi ini belum saatnya mendapatkan asimilasi tapi karena dia main mata dan ada uang dibalik itu, maka oknum lapas memberikan keterangan bahwa yang bersangkutan layak mendapat asimilasi. Nah ini harus dievaluasi secara ketat dan diterjunkan orang-orang untuk mengetahui hal tersebut karena memang pekerjaan sulit," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.