Pria Ini Alami Gejala Corona yang Dianggap Tidak Parah, Sempat Ditolak Rumah Sakit hingga Meninggal
Arellano yang meninggal dunia karena infeksi virus corona sempat terlunta-lunta dan tak kunjung mendapat perawatan rumah sakit.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pria bernama Luis Arellano mengalami kejadian tidak mengenakkan di sisa hidupnya.
Pasalnya, Arellano yang meninggal dunia karena infeksi virus corona sempat terlunta-lunta dan tak kunjung mendapat penanganan medis.
Dikutip Tribunnews.com dari nytimes.com, awalnya Arellano mengalami gejala mirip corona dan meminta dirawat di rumah sakit terdekat daerah Brooklyn, Amerika Serikat.
Petugas rumah sakit menolak lantaran gejala yang ditunjukkan Arellano saat itu dianggap tidak parah.
Mereka meminta Arellano untuk kembali lagi jika kondisinya semakin memburuk.
Baca: UPDATE Corona Global Senin 20 April Siang: 3.684 Pasien di Belanda Meninggal, 250 Orang Sembuh
Baca: Nyaris Bangkrut, Pemilik Kedai Tetap Gratiskan Makan Orang Asing hingga Pelanggan Beri Rp 15 Juta
Beberapa hari kemudian, kondisi Arellano memburuk dan pihak keluarga membawanya ke rumah sakit di New Jersey.
Arellano diminta untuk menunggu selama 8 jam.
Bukannya mendapatkan penanganan, Arellano malah kembali diminta menunggu 7-9 jam hingga akhirnya keluarga memutuskan untuk pergi.
Saat itu, gejala corona yang dialami Arellano sudah tampak cukup parah dan memang sudah selayaknya untuk dirawat inap di rumah sakit.
Akhirnya Arellano bisa dirawat di rumah sakit selama lima hari, tapi ia mengalami gagal napas dan meninggal dunia pada 5 April 2020.
Saudara Arellano, Bolivar menyebut, jika saja pihak medis sejak awal mau memeriksa Arellano, maka pasti sudah ketahuan, penyakitnya cukup parah meski gejalanya di awal tampak biasa.
"Jika saja mereka mau memeriksanya, mereka pasti akan mendapati, penyakitnya sudah parah," kata Bolivar.
Baca: Kena Corona saat Hamil hingga Koma, Seorang Ibu Baru Bisa Bertemu Bayinya 2 Minggu Kemudian
Baca: Tenaga Medis Takut Pulang ke Rumah, Beruntung Ada Orang Asing Rela Pinjamkan Rumah Berjalan
Nasib Arellano yang sempat terlunta-lunta dan tak kunjung mendapat perawatan menggambarkan betapa beratnya keputusan dari dokter atau tenaga medis.
Pihak medis di New York dan New Jersey yang kewalahan atas banyaknya jumlah pasien kabarnya harus menolak calon pasien yang kondisinya dianggap tidak terlalu parah.
Hal itu lantaran sumber daya medis yang jumlahnya sangat terbatas.
Sering terjadi di wilayah itu di mana pihak medis harus menentukan dalam hitungan menit pasien mana yang layak dirawat di rumah sakit dan mana yang harus dipulangkan.
Dari pandangan pasien, keputusan itu seolah seperti pilihan antara hidup dan mati.
Sifat virus corona yang rumit dan masih misterius membuat pihak medis kesulitan untuk menentukan.
Kondisi pasien yang gejalanya tampak biasa saja di awal bisa jadi membutuk dengan begitu cepat.
Diketahui, Arellano mulai mengeluh demam pada akhir Maret 2020.
Baca: Sosok Penemu Virus Corona, Ilmuwan Cerdas June Almeida Anak Sopir Bus yang Putus Sekolah
Baca: Di Tengah Perjuangan Hadapi Corona, Aktor Nick Cordero Harus Rela Kakinya Diamputasi
Pada 26 Maret, ia didiagnosis menderita pneumonia di sebuah klinik darurat di Brokklyn.
Dua hari kemudian, ia semakin kesulitan bernapas dan beberapa rumah sakit menolak untuk merawatnya.
Hingga ada satu rumah sakit yang mau merawatnya saat kondisinya sudah kritis.
Arellano akhirnya menghembuskan napas terakhir di usianya yang ke-65 tahun setelah seminggu mengalami gejala corona.
"Itu adalah minggu di mana ia berjuang untuk bisa dirawat di rumah sakit," ungkap Carlos, anak tunggal Arellano.
"Akhirnya ia bisa dirawat, namun semuanya sudah terlambat," sambungnya.
Klarifikasi Pihak Medis
Di awal April, Ketua Komite Kesehatan Dewan Kota, Mark Levine sempat mengungkap soal rumah sakit yang menolak pasien dengan gejala mirip pneumonia.
Wali Kota New York Bill de Blasio dan CEO rumah sakit di New York Dr. Mitchell Katz membantah hal itu.
De Blasio menyebut tak mungkin jika pihak medis di kotanya sampai menolak pasien lantaran itu tindakan fatal.
Sementara itu, Katz membenarkan, pasien dengan gejala ringan memang diminta untuk perawatan mandiri di rumah.
Namun ia membantah jika pasien dengan gejala pneumonia ditolak rumah sakit karena akibatnya bisa fatal.
(Tribunnews.com/Ifa Nabila)