Dokter Jiwa Jelaskan Mengapa Pasien Corona Bohong soal Riwayat, Singgung Masyarakat yang Anggap Aib
dr. Fidiansyah, SpJ., mengungkap faktor utama pasien corona menutupi riwayatnya, di antaranya karena banyak masyarakat yang anggap Covid-19 aib.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Di Indonesia sudah ada beberapa peristiwa di mana pasien memilih berbohong atau menutupi riwayatnya, dari yang pernah berpergian hingga pernah kontak dengan pasien corona.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Kemenkes, dr. Fidiansyah, SpJ., mengungkap faktor utama pasien menutupi riwayatnya.
Yakni karena sikap sebagian masyarakat yang menganggap corona sebagai aib sehingga harus dikucilkan.
Dilansir Tribunnews.com, hal ini dijelaskan oleh Fidiansyah dalam Apa Kabar Indonesia Malam, unggahan YouTube Talk Show tvOne, Selasa (21/4/2020).
Kebohongan yang dilakukan pihak pasien corona agaknya mengherankan bagi sebagian orang.
Pasalnya, jika pasien berbohong, maka ia malah tidak akan mendapatkan perawatan medis yang sesuai dan tidak segera sembuh.
Baca: Keluarga Pasien Corona Bohong dan Marah saat Ditanya Riwayat, Wali Kota Cirebon: Covid-19 Bukan Aib
Baca: 21 Tenaga Medis di Cirebon Harus Jalani Isolasi Mandiri Setelah Tangani PDP Tak Jujur
"Apa yang menjadi alasan masyarakat tidak terbuka, memilih menutup-nutupi, padahal kalau tenaga medis tahu, kan akan mendapatkan perawatan yang tepat dan maksimal?" tanya pembawa acara Putri Viola.
Fidiansyah menjelaskan jika pelaku kebohongan ini biasanya mengalami kecemasan akan akibat jika ia berkata jujur sehingga memilih berbohong.
Pihak pasien pun mengesampingkan fakta bahwa corona sifatnya mudah menular dengan cepat.
"Inilah bentuk dari awal kecemasan. Bahwa virus ini tentu menular, namun aspek lain yang tidak bisa kita pisahkan adalah aspek kecemasan dari seseorang yang mengadapi pandemi Covid-19," jelas Fidiansyah.
"Karena ketakutan yang begitu tinggi, menyebabkan dia khawatir ketika mengutarakan sesuatu yang sebenarnya," sambungnya.
Menurut Fidiansyah, pihak pasien cemas bagaimana perlakuan masyarakat kepadanya jika sampai ketahuan terpapar corona, ada kemungkinan untuk dikucilkan.
"Dia sudah membayangkan akan terjadi, dalam tanda kutip, ada orang-orang atau masyarakat yang memperlakukan kurang tepat, katakanlah menjauhi," kata Fidiansyah.
Baca: Larangan Mudik Lebaran, Pengamat: Pemda Harus Tegas dan Berani Tutup Jalan
Baca: Pelarangan Mudik oleh Jokowi Dinilai Agak Terlambat
Fidiansyah kemudian berkaca pada peristiwa di mana petugas medis yang meninggal dunia karena corona bukannya diapresiasi jasanya tapi malah dianggap aib.
"Contoh kita mendengar seorang petugas kesehatan yang sudah berjuang lalu meninggal, untuk dikuburkan saja menjadi suatu hal yang momok dan aib," ujar Fidiansyah.
Contoh-contoh sikap negatif masyarakat itulah yang membuat pihak pasien memilih untuk berbohong meski akibatnya lebih fatal untuk diri sendiri dan orang lain.
"Ini menjadi sebuah latar belakang segelintir orang menyikapi Covid-19 ini jadi menakutkan," kata Fidiansyah.
"Jadi menakutkan dan kecemasan inilah awal untuk melakukan sesuatu kebohongan," tuturnya.
Berikut video lengkapnya:
Keluarga Pasien di Cirebon Bohong
Peristiwa terbaru soal kebohongan pihak pasien terjadi di Kota Cirebon, Jawa Barat.
Keluarga seorang pasien M (70) di Rumah Sakit TNI Ciremai, Cirebon sempat berbohong hingga marah saat petugas medis bertanya soal riwayat penyakit.
Menanggapi peristiwa itu, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis sangat menyayangkan sikap keluarga pasien.
Terlebih ketidakjujurannya itu berakibat fatal, yakni 21 tenaga medis yang harus menjalani isolasi mandiri.
Dilansir Tribunnews.com, komentar Nashrudin disampaikan dalam teleconference Apa Kabar Indonesia Malam, unggahan YouTube Talk Show tvOne, Senin (21/4/2020).
Nashrudin begitu menyayangkan sikap keluarga pasien yang sengaja menutupi riwayat orangtuanya padahal mereka disebut tahu dampak bahaya virus corona.
"Sebetulnya permasalahan ini adalah suatu permasalahan yang tidak perlu terjadi," ujar Nashrudin.
"Manakala pihak pasien itu telah memiliki ilmu pengetahuan tentang bahaya Covid-19 dan tidak mau menyampaikannya secara jujur," sambungnya.
Nashrudin menegaskan bahwa orang yang terinfeksi corona tidak menjadikannya sebagai aib.
Maka dari itu, kejujuran sangat diperlukan lantaran bisa menyelamatkan nyawa banyak orang.
"Hakikatnya orang yang terkena Covid-19 ini adalah bukan orang yang kemudian mendapatkan sebuah aib," kata Nashrudin.
"Oleh karena itu, kejujuran ini akan menyelamatkan banyak orang."
"Menyelamatkan dirinya, dan juga menyelamatkan orang lain," imbuhnya.
Baca: Pria dengan Bekas Infus Tiduran di Masjid Dikira Pasien Corona yang Kabur, Lurah Beberkan Faktanya
Baca: Wawancara dengan Tito Karnavian: Mudik, Jangan Sampai Kita Jadi Pembunuh di Kampung Halaman
Sang wali kota membenarkan bahwa pasien tersebut adalah warganya yang sempat kontak dengan PDP yang sudah meninggal dunia.
"Pasien tersebut adalah warga Kota Cirebon yang sebelumnya telah berinteraksi dengan saudaranya yang diduga masuk kategori PDP," tuturnya.
Pasien itu kemudian mengalami gejala sesak napas serta tekanan darah tinggi hingga dilarikan ke rumah sakit, Selasa (14/4/2020).
"Kemudian pasien tersebut datang ke rumah sakit dalam posisi Beliau tidak sadarkan diri, kemudian sesak napas dan tensinya tinggi," jelas Nashrudin.
Lantaran kondisi kesadaran pasien terus menurun, maka pihak keluargalah yang ditanyai oleh petugas medis soal riwayat pasien.
Sayangnya pihak keluarga memilih untuk bungkam dan menekankan bahwa pasien memang sudah berusia senja.
"Keluarga pasien yang membawanya tidak memberikan informasi apapun, kecuali bahwa orangtuanya ini sudah sepuh dan tidak ke mana-mana," ungkap Nashrudin.
Karena tidak tahu ada riwayat dengan PDP, maka pihak medis pun merawat pasien itu bukan dengan prosedur Covid-19.
"Dengan pertimbangan kemanusiaan, tenaga medis Rumah Sakit Ciremai berupaya memberikan pelayanan secara maksimal kepada pasien tersebut," ujarnya.
Setelah pasien itu masuk ICU, barulah tim medis mendapat kabar bahwa pasien itu pernah berkontak dengan kerabatnya yang PDP.
Ternyata ia sempat membuka bungkus plastik dan peti jenazah kerabatnya yang PDP itu sebelum dimakamkan.
Pasien itu langsung menjalani serangkaian tes dan pemeriksaan lanjutan hingga ditemukan cairan kuning di paru-paru yang mengindikasikan positif corona.
Pasien berusia 70 tahun itu akhirnya dinyatakan meninggal dunia pada Rabu (15/4/2020).
Berikut video lengkapnya:
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)