Pemerintah Perlu Pertimbangkan Usulan Pemberian Uang Tunai untuk Warga Terdampak Covid-19
Dalam penyaluran ini, pemerintah mengakui masih banyak kekurangan, seperti penerima yang kurang tepat sasaran hingga penerima yang dapat bantuan dobel
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya pemerintah pusat memberikan bantuan sosial dengan cara mengirimkan paket bantuan sosial natura (barang yang sebenarnya, bukan dalam bentuk uang) dinilai masih bermasalah.
Dalam penyaluran ini, pemerintah mengakui masih banyak kekurangan, seperti penerima yang kurang tepat sasaran hingga penerima yang dapat bantuan dobel.
Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Alamsyah Saragih, menyarankan pemerintah untuk mengganti bansos natura dengan Bantuan Langsung Tunai berupa transfer uang sekitar Rp 1,5 juta kepada kepala rumah tangga terdampak pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Baca: Partai Hanura Akan Gelar Nuzulul Quran Online Bersama Gus Miftah
Menanggapi usulan itu, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani meminta pemerintah mengubah skema bantuan kepada masyarakat, dari sembako menjadi uang tunai karena memiliki banyak pengaruh langsung di masyarakat.
"Uang tunai itu bisa langsung diterima secara langsung oleh nama keluarga yang bersangkutan," kata dia, pada sesi diskusi virtual, Senin (18/5/2020).
Pada situasi pandemi Covid-19, dia menjelaskan, uang tunai merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh masyarakat, khususnya kalangan pra sejahtera.
Baca: Presiden Jokowi Perintahkan Jajarannya Buat Kajian Untuk Mempersiapkan Pengurangan PSBB
Bantuan itu diyakini akan dibelanjakan untuk kepentingan makanan ataupun kebutuhan kebutuhan lainnya.
Selain itu, lanjutnya, penyaluran uang tunai berpengaruh pada perekonomian di daerah. Ekonomi di daerah diyakini dapat berputar, karena masyarakat memiliki daya beli.
Baca: 111 WNI Pulang ke Indonesia Difasilitasi KRI Tawau
"Jika bisa menghemat jumlah uang tunai yang diterima tentu kebutuhan-kebutuhan lain bisa tertutup. Uang akan dibelanjakan di mana bertempat tinggal, sehingga roda perputaran ekonomi dan daya beli bisa meningkat," tuturnya.
Berbeda apabila bantuan kepada masyarakat disalurkan berbentuk sembako. Menurut dia, penyaluran sembako hanya menjadi ajang pemodal besar mendapatkan keuntungan di tengah krisis pandemi.
Sebab, penyaluran sembako dipastikan akan melewati proses pengadaan lewat tender yang pasti akan dimenangkan oleh para kontraktor-kontraktor besar.
Baca: Rencana KPU Lanjutkan Tahapan Pilkada di Juni Harus Dikonsultasikan dengan DPR dan Pemerintah
"Efek ekonomi sangat kecil, karena perputaran uang hanya pada segelintir orang. Kalau sembako itu hanya mampu menutupi kebutuhan pangan saja, kalau uang tunai pasti dia akan membelanjakan kebutuhan pokoknya dan kalau masih lebih dia bisa pakai untuk kebutuhan kebutuhan lainnya," ujarnya.
Dia mengharapkan pemerintah bisa memberikan uang tunai kepada masyarakat, termasuk perbaikan data penerima bantuan uang tunai.
Sebelumnya, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Alamsyah Saragih, menyarankan pemerintah pusat meninjau kembali mekanisme pemberian bantuan sosial dengan cara mengirimkan paket sembilan bahan pokok (sembako) ke rumah warga.
Menurut dia, pengiriman bantuan sosial natura (barang yang sebenarnya, bukan dalam bentuk uang) rawan disalahgunakan terutama di daerah-daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Dia menjelaskan, masyarakat Indonesia memandang bansos sebagai bantuan subsidi. Tujuan utama bansos untuk membuat orang tetap di rumah selama pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19), bukan hanya untuk mengatasi kehilangan daya beli.
Dia menilai kekeliruan skematik bansos dan ketidaktegasan pengendalian dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan memperlama masa pemulihan dan kebutuhan anggaran akan membengkak.
Untuk itu, kata dia, skema bansos harus dibuat menjadi lebih sederhana dengan nilai lebih signifikan. Bantuan pangan dan bantuan tunai dengan pembagian berdasarkan area penerapan PSBB 30 persen dan non PSBB 70 persen dan hindari skema yang rawan kepentingan politik praktis.
Sementara itu, dia melanjutkan, pemerintah daerah berperan mendata warga-warga yang membutuhkan bantuan tersebut.