Pemerintah Butuhkan Perppu 1/2020 Agar Tak Langgar Ketentuan Undang-Undang
Perppu tersebut berisi tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19)
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 sebagai Undang-Undang (UU).
Perppu tersebut berisi tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Terkait hal itu, Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE Indonesia) Dr. Piter Abdullah mengatakan pemerintah membutuhkan Perppu tersebut agar tak melanggar sejumlah ketentuan UU dalam melakukan kebijakan untuk antisipasi Covid-19.
Baca: Viral Mau Sogok Rp 1 Miliar ke Siswi Korban Pencabulan, Nur Hudi Minta Maaf dan Ungkapkan Hal Ini
Dia mencontohkan stimulus fiskal sebanyak Rp405 triliun mungkin tak akan cukup mengantisipasi Covid-19 karena belum diketahui kapan pandemi berakhir.
"Pemerintah mengantisipasi kalau kita membutuhkan pembiayaan sekitar Rp1.000 triliun dan diperkirakan akan lebih besar lagi. Maka kita membutuhkan back up yang akan membiayai stimulus, APBN kita. Karena itu diperlukan back up dari bank sentral jika merujuk pada negara maju seperti Jepang dan AS," ujar Piter, dalam diskusi online 'Dampak Disahkannya Perppu 1/2020 terhadap Ekonomi dan Pemerintahan', Selasa (19/5/2020).
Baca: Penyaluran Bansos, Jokowi: Prosedurnya Berbelit-belit!
Piter mengatakan apabila pemerintah menggunakan back up untuk pembiayaan stimulus maka akan ada ketentuan UU yang dilanggar. Maka dari itu diperlukanlah Perppu agar pelanggaran itu tak terjadi.
"Kalau yang saya sebutkan tadi kalau ada pelebaran defisit ada pelanggaran UU, kemudian kalau kita menggunakan Bank Indonesia (BI) untuk mem-back up fiskal akan melanggar UU," kata dia.
Oleh karenanya, dia menegaskan Perppu tersebut membuat pemerintah setidaknya bisa melakukan dua hal. Yakni mengeluarkan stimulus fiskal dan meminta back up dari Bank Indonesia.
Baca: Empat Mantan Anggota DPRD Sumatera Utara Diperiksa KPK
"Inilah yang menjadi latar belakang mengapa kita memerlukan sebuah Perppu. Dengan Perppu itu maka pemerintah bisa mengeluarkan stimulus fiskal yang berarti mengalami pelebaran defisit, di atas tiga persen. Selain itu juga adanya back up dari BI untuk bisa membiayai fiskal," jelasnya.
Di sisi lain, yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan untuk membuat Perppu ini bahwa angka stimulus fiskal sebanyak Rp405 triliun itu tidak ada jaminan cukup.
Piter menegaskan kondisi yang tidak pasti menjadi alasan tersendiri. Di samping stimulus yang dipersiapkan tersebut hanya diperuntukkan selama tiga atau empat bulan.
"Kalau ini berkepanjangan maka stimulus yang dibutuhkan akan lebih besar lagi. Artinya pemerintah juga harus bisa melakukan perubahan APBN dan sebagainya. Untuk itu diperlukan juga fleksibilitas dari pemerintah dan payung hukum untuk melakukan perubahan-perubahan dianggarkan dan mengatasi potensi krisis yang sangat besar akibat Covid-19 melalui Perppu," tandasnya.