PSBR di Maluku Tengah, Masyarakat Rohomoni Kembali ke Tradisi Menebang Sagu
Abdul mengatakan selama PSBR berlaku masyarakat Rohomoni kembali ke tradisi orang-orang tua dulu.
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsep pembatasan sosial untuk menghadapi Covid-19 tak hanya ada di wilayah-wilayah besar yang menjadi episentrum.
Di wilayah kecil juga dilakukan hal serupa, hanya saja namanya yang berbeda, yakni Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR). Di desa Rohomoni, Maluku Tengah, juga diberlakukan PSBR.
Baca: Presiden Xi: Vaksin Covid-19 Milik China Bisa Diakses Semua Negara
"Terkait dengan kondisi di maluku, untuk pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR) ini sudah fase ketiga, untuk pertama 17 April-1 Mei, kedua 1 Mei-15 Mei, PSBR ketiga 15 Mei-29 Mei," kata Relawan Covid-19 Desa Rohomoni, Abdul Wahid Sangadji dalam siaran BNPB, Selasa (19/5/2020).
Abdul mengatakan selama PSBR berlaku masyarakat Rohomoni kembali ke tradisi orang-orang tua dulu.
"Otomatis jadi sekarang masyarakat khususnya Desa Rohomoni kembali menebang pohon sagu sebagai kebutuhan bahan pokok," ujarnya.
Baca: 21 Polda Tangani 125 Narapidana Asimilasi Kembali Berulah
Abdu mengatakan aktivitas warga di wilayah tersebut masih dalam batas normal. Namun, warga tidak tahu apakah PSBR ini terus diberlakukan atau seperti apa.
"Kita khususnya masyarakat Rohomoni bantuannya ke ambon, untuk ke depannya nampaknya masih bagus. Dan terkait BLT untuk Desa Rohomoni baru besok dibagikan buku tabungan dan kartu ATM," katanya.
Baca: Kisah Cinta 2 Remaja Berujung Maut di Malang, Foto Bercaption Love Dalam Status WhatsApp Jadi Pemicu
Tak hanya di Rohomoni, pemberlakukan pembatasan sosial lingkup desa juga diberlakukan di Desa Panggungharjo, Bantul, Jawa Tengah. Namanya adalah Merdesa.
Kepala Desa Panggungharjo, Wahyudi mengatakan desanya mulai diberlakukan Merdesa sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia.
"Pemerintah desa Panggungharjo telah membuat satu gugus tugas yang kita sebut Panggung Tanggap Covid," kata Wahyudi.
Pihaknya telah mencatat ada tiga dampaknya yang dirasakan oleh masyarakat desa baik dari aspek klinis, ekonomi maupun sosial. Adapun yang dimitigasi terlebih dulu oleh desa Panggunhharjo adalah dampak sosial, baru setelah itu dua aspek lainnya.
"Kita mitigasi dampak sosial. Jadi dampak sosial itu yang pertama terkait dengan upaya membangun kesadaran kolektif bahwa kita itu menghadapi situasi krisis, sehingga harapannya ada kesamaan persepsi terhadap situasi semacam ini, boleh jangan panik tetapi ya jangan abai," ujar Wahyudi.