Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengapa Warga Nekat Berkerumun di Pasar dan Mal Padahal Sedang Corona? Ini Penjelasan Ahli

Sebagian besar masyarakat masih menganggap penyakit ini masih jauh, tidak perlu ditakutkan

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Mengapa Warga Nekat Berkerumun di Pasar dan Mal Padahal Sedang Corona? Ini Penjelasan Ahli
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga berbelanja pakaian yang dijual pedagang kaki lima di atas trotoar Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta, Senin (18/5/2020). Meski kawasan niaga Pasar Tanah Abang telah tutup selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun sebagian oknum pedagang tetap menggelar lapaknya di sejumlah titik seperti di atas trotoar dan di gang perkampungan setempat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Dalam Psikologi Kesehatan dikenal istilah Health Belief Model (HBM), pendekatan yang dapat memberikan gambaran mengapa seseorang mau atau enggan pergi menemui tenaga kesehatan.

Kondisi yang dapat membuat mau mencari atau tidak mencari adalah "persepsi".

Dalam kondisi penyebaran Covid-19 ini, pada awalnya masyarakat masih banyak yang merasa bahwa penyakit ini masih jauh dan tidak dekat dengan tempat tinggalnya.

Ini disebut dengan perceive susceptibility atau kerentanan apa yang dirasakan/diketahui.

Kemudian ada perceive severity, yakni bahaya atau keparahan penyakit yang dialami.

Masyarakat juga memiliki pemikiran bahwa ini adalah penyakit seperti influenza atau yang dikenal dengan sakit pilek, yang umumnya terjadi di Indonesia.

Selain itu, ada perceive benefit of action, apa manfaat yang akan didapatkan dari tindakan yang dilakukan.

Berita Rekomendasi

Dalam masa PSBB, di mana harus bekerja, belajar, bahkan beribadah di rumah ternyata tak bisa diikuti oleh sebagian orang.

Ratusan orang yang memadati halaman parkir Sarinah saat acara penutupan gerai McD di pusat perbelanjaan tersebut, Minggu (10/5/2020).
Ratusan orang yang memadati halaman parkir Sarinah saat acara penutupan gerai McD di pusat perbelanjaan tersebut, Minggu (10/5/2020). (Tribun Jakarta/Arya Bima Suci)

Saat pemerintah mengumumkan untuk di rumah saja, maka yang dipikirkan adalah:

kalau tidak keluar rumah, tidak bekerja, maka bagaimana dapat uang? Apabila tidak ada uang, bagaimana dapat makan? Kalau tidak makan, maka akan kelaparan.

Jadi, imbauan untuk berdiam di rumah, apabila tidak ditunjang kebijakan lain yang menyertai, akan sulit untuk diikuti oleh masyarakat karena keuntungan yang akan diperoleh tidak terlihat.

Ada pula yang disebut dengan perceive barrier to action, hambatan dari tindakan yang akan dilakukan.

Hambatan-hambatan yang dapat muncul didasari beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, tempat tinggal, penilaian mengenai diri sendiri, apakah sanggup atau tidak sanggup mengatasi penyakit tersebut, ataupun keyakinan bahwa tidak akan terkena penyakit tersebut karena berbagai faktor penguat keyakinan tersebut.

Terakhir adalah cues to action, isyarat untuk melakukan tindakan.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas