Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Sebut Indonesia Belum Sampai Hadapi New Normal: Kita Masuk ke Dalam Ketidakpastian Baru

Sosiolog dari UNS, Drajat Tri Kartono menyebut Indonesia belum sampai kepada new normal. Menurut Drajat, Indonesia masuk ke dalam ketidakpastian baru.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
zoom-in Pakar Sebut Indonesia Belum Sampai Hadapi New Normal: Kita Masuk ke Dalam Ketidakpastian Baru
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Keluarga menangis saat pemakaman jenazah pasien COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Minggu (24/5/2020). Dalam data yang dihimpun hingga Minggu (24/5/2020) pukul 12.00, korban meninggal akibat pandemi Covid-19 di Indonesia mencapai 1372 orang. 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar sosial dan politik (Sospol) dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr Drajat Tri Kartono MSi turut menanggapi pernyataan new normal yang disebutkan pemerintah.

Menurut Drajat, saat ini kondisi di Indonesa belum bisa sampai kepada new normal.

Justru, kata Drajat, Indonesia menghadapi sebuah ketidakpastian baru.

"Kalau dikatakan new normal, kita belum bisa sampai kepada new normal."

"Saya lebih menyebut, kita masuk ke dalam ketidakpastian baru atau new uncertainty."

"Lebaran ini kita menghadapi ketidakpastian baru, bukan new normal," jelas Drajat kepada Tribunnews, Sabtu (23/5/2020).

Petugas pemakaman membawa peti jenazah pasien COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Minggu (24/5/2020). Dalam data yang dihimpun hingga Minggu (24/5/2020) pukul 12.00, korban meninggal akibat pandemi Covid-19 di Indonesia mencapai 1372 orang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas pemakaman membawa peti jenazah pasien COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Minggu (24/5/2020). Dalam data yang dihimpun hingga Minggu (24/5/2020) pukul 12.00, korban meninggal akibat pandemi Covid-19 di Indonesia mencapai 1372 orang. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca: Hadapi New Normal, Pengunjung Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Boko Akan Pakai Stiker Penanda

Drajat menilai, ketidakpastian baru ini merupakan dampak dari pandemi corona yang melanda tanah air.

Pasalnya, akibat pandemi corona, kestabilan ekonomi negara semakin membuat waspada.

Berita Rekomendasi

Ada berbagai kemungkinan yang bisa terjadi jika negara menerapkan kebijakan new normal.

Terlebih, ada desas-desus yang mengatakan mulai Juni, anak-anak sudah diizinkan untuk kembali bersekolah.

Drajat pun memberikan gambaran mengenai ketidakpastian yang akan dihadapi bangsa ini.

"Karena Juni diminta masuk, bagaimana sistem tempat duduknya, karena tidak bisa duduk berdekatan."

Siswa sekolah dasar negeri 002 Ranai melakukan aktivitas belajar menggunakan masker di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Indonesia, Selasa (4/2/2020). Bulan Juli, murid sekolah akan kembali masuk sekolah seperti sebelum masa pandemi corona.
Siswa sekolah dasar negeri 002 Ranai melakukan aktivitas belajar menggunakan masker di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Indonesia, Selasa (4/2/2020). Bulan Juli, murid sekolah akan kembali masuk sekolah seperti sebelum masa pandemi corona. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca: Gunungkidul Jelang New Normal, Protokol Kesehatan di Tempat Wisata Jadi Fokus Utama

"Apakah ruang kelas cukup? kalau tidak cukup apakah bisa menambah kelas, kalau ditambah kelas nanti guru yang mengajar bagaimana."

"Gajinya bagaimana, jadi saya lihat Indonesia dan dunia ini mengalami uncertainty," terang Drajat kepada Tribunnews melalui sambungan telepon.

Drajat mengatakan, negara Indonesia kurang tegas mengambil kebijakan terkait wabah corona.

Berbeda dengan negara sosialis dan komunis.

"Negara sosialis dan komunis berhasil mengendalikan corona di negaranya, hal itu karena ketegasan dari negara," paparnya.

Murid di Vietnam kembali sekolah, menggunakan masker dan cek suhu tubuh
Murid di Vietnam kembali sekolah, menggunakan masker dan cek suhu tubuh (AFP / Manan VATSYAYANA)

Baca: Pakar Epidemiologi UI Akui Sulit Minta Masyarakat Diam di Rumah, Biarkan Latihan New Normal

Kendati demikian, Drajat tak menampik, ekonomi negara bisa sangat berdampak apabila mobilitas orang dibatasi.

Drajat pun memberi contoh, dampak ekonomi dari tutupnya satu pabrik.

"Satu pabrik berhenti saja kita kehilangan nilai pajak, penjualan, modal bank tidak berputar, dan kerugian karena berhenti berproduksi dan membayar karyawan."

"Itu baru satu pabrik, belum toko-toko lain dan para hotel," jelas Drajat.

Drajat membenarkan, lebaran yang dihadapi umat muslim saat ini dibarengi dengan kesulitan ekonomi yang tinggi.

Sejumlah warga membuat antrian sebelum masuk masjid Besar Al Ihsan, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, untuk melakukan pengecekan suhu tubuh dan pemberian handsanitizer oleh petugas, Minggu (24/05/2020). Idul Fitri tahun ini ditengah pandemi virus covid-19, pelaksaaan ibadah sahalat tetap dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan standar WHO. Agar tidak terjadi penumpukan jamaah shalat Ied, pihak pemerintah setempat memecah lokasi tempat shalat dilakukan juga di setiap RW.  TRIBUN JABAR/ZELPHI
Sejumlah warga membuat antrian sebelum masuk masjid Besar Al Ihsan, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, untuk melakukan pengecekan suhu tubuh dan pemberian handsanitizer oleh petugas, Minggu (24/05/2020). (TRIBUN JABAR/ZELPHI)

Baca: Anies Baswedan Disindir Sudah Mulai Terapkan New Normal di Jakarta

"Kalau orang tidak boleh bepergian bagaimana, karena semua digerakkan oleh mobilitas orang," paparnya.

Oleh karena itu, Drajat menuturkan pemerintah harus segera menangani dampak ekonomi yang dihadapi bangsa akibat pandemi corona.

"Kalau tidak ditangani, masalah ekonomi ini akan jadi masalah jangka panjang."

"Virus corona mungkin tidak akan hilang karena penyakit, tapi kalau krisis moneter terjadi itu menjadi masalah yang panjang."

"Bahkan bisa menganggu stabilitas politik," imbuh Drajat.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengatakan masyarakat harus bisa berkompromi, hidup berdampingan, dan berdamai dengan Covid-19 agar tetap produktif.

Presiden Joko Widodo bersama dengan Ibu Negara Iriana Joko Widodo melaksanakan salat Idulfitri 1441 H di halaman depan Wisma Bayurini, Istana Kepresidenan Bogor, pada Minggu pagi, 24 Mei 2020. (Biro Pers Istana)
Presiden Joko Widodo bersama dengan Ibu Negara Iriana Joko Widodo melaksanakan salat Idulfitri 1441 H di halaman depan Wisma Bayurini, Istana Kepresidenan Bogor, pada Minggu pagi, 24 Mei 2020. (Biro Pers Istana) ((Biro Pers Istana))

Alasannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan meski kurva kasus positif Covid-19 menurun, virus corona tidak akan hilang.

"Sekali lagi kita harus berdampingan hidup dengan Covid."

"Sekali lagi yang penting masyarakat produktif dan aman dari Covid," ujar Jokowi dalam pernyataan resminya di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (15/5/2020), dikutip Tribunnews dari Youtube Kompas TV.

Jokowi mengatakan hidup berdampingan dengan Covid-19 sama dengan menyerah melawan penyakit itu.

Namun, ia menegaskan berperang melawan Covid-19 tetap berlangsung dengan menjaga protokol kesehatan yang ketat.

Pemerintah pun akan mengatur agar kehidupan masyarakat dapat kembali berjalan normal secara bertahap.

"Kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini."

"Itu keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Maliana)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas