Polda Jateng Segera Rampungkan Pemberkasan Dua Tersangka Viral Pembuangan Jenazah ABK Indonesia
Diketahui seorang ABK asal Kabupaten Tegal bernama Taufik Ubaidillah bernasib naas saat bekerja di kapal Fu Yuan Yu bernomor seri 1218.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 10 saksi telah diperiksa oleh penyidik Polda Jawa Tengah untuk merampungkan pemberkasan dua tersangka di kasus viral pembuangan jenazah ABK Indonesia di Kapal China.
"Sampai dengan saat ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap 10 saksi dan minggu ini akan dilakukan pemeriksaan ahli dari Dinas Tenaga Kerja," ucap Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Ahmad Ramadhan di Bareskrim Polri, Kamis (28/5/2020).
Selanjutnya penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Tengah segera merampungkan berkas perkara untuk dikirim ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sehingga bisa disidangkan.
Diketahui seorang ABK asal Kabupaten Tegal bernama Taufik Ubaidillah bernasib naas saat bekerja di kapal Fu Yuan Yu bernomor seri 1218.
Baca: Kemendikbud agar Perhatikan Sarana dan Prasarana Sekolah Sebelum Kegiatan Belajar Diaktifkan Kembali
Taufik meninggal karena kecelakaan kerja jatuh dari Palkah. Akhirnya Taufik dilarung ke laut lepas pada 23 November 2019 lalu.
ABK lainnya bernama Herdianto mengalami nasib serupa. Ia meninggal karena sakit dan jasadnya dilarung ke laut Somalia pada 16 Januari 2020 lalu. Jasad Herdianto yang dilarung itu mendadak viral.
Viralnya video itu berbuntut pada penangkapan seorang Direktur dan Komisaris perusahaan penyalur tenaga ABK khusus kapal China di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah bernama PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB).
Baca: Pemkot Bekasi Buka Kembali Tempat Ibadah Mulai 29 Mei, Ini Syaratnya
Direktur PT MTB, Muhammad Hoji (54) bersama Komisarisnya Sustriyono (45) ditangkap pada Minggu (17/5/2020).
Keduanya resmi ditahan pada Senin (18/5/2020) dan ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka ditersangkakan karena menempatkan Pekerja Migran Indonesia tidak sesuai dengan perjanjian.
Parahnya PT MTB tidak memiliki Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI) sehingga ABK yang disalurkan tidak diawasi.
Keduanya dijerat dengan Pasal 85 UU RI No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana 5 hingga 15 tahun penjara.