Ahmad Sahroni Imbau Pemerintah Jalankan Rekomendasi KPK Soal Kartu Prakerja
KPK melakukan kajian atas Program Kartu Prakerja dan menemukan sejumlah permasalahan pada empat aspek.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai pemerintah perlu segera melaksanakan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait program Kartu Prakerja.
KPK merekomendasikan pemerintah meminta pendapat hukum atau legal opnion kepada Kejaksaan Agung, terkait kerjasama program Kartu Prakerja dengan delapan platform digital.
"Menurut saya penting sekali bagi penyelenggara program untuk meminta legal opinion dari Kejaksaan Agung, untuk memastikan semuanya sesuai koridor hukum," kata Sahroni kepada wartawan, Jakarta, Jumat (19/6/2020).
"Jadi memang rekomendasi KPK ini sudah pas, baik dari substansi maupun timingnya (waktu)," sambung Sahroni.
Politikus Partai NasDem itu menyebut rekomendasi yang disampaikan KPK kepada penyelenggara Kartu Prakerja sudah sesuai aturan dan fungsinya, agar tidak ada celah praktik korupsi.
Baca: Temuan KPK Kartu Pra Kerja Bermasalah, Istana Berkelit, Ini Katanya
"Mereka tidak hanya melakukan penindakan, namun juga pencegahan," ucap legislator asal Tanjung Priok itu.
Sahroni juga mengatakan, tindakan proaktif KPK pada saat ini sudah tepat, karena pelaksanaan Kartu Prakerja untuk gelombang IV sedang ditunda oleh pemerintah.
"Jadi menurut saya, ini momentum yang pas untuk KPK memberikan review terhadap sistemnya agar niat baik pemerintah bisa tetap baik eksekusinya," tutur Sahroni.
Sebelumnya, KPK melakukan kajian atas Program Kartu Prakerja dan menemukan sejumlah permasalahan pada empat aspek.
Aspek pertama yang mendapat sorotan yakni proses pendaftaran. Ada 1,7 juta pekerja terdampak (whitelist) sesuai data Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, faktanya, hanya sebagian kecil dari whitelist tersebut yang mendaftar secara daring, yaitu 143.000 orang.
"Sedangkan, sebagian besar peserta yang mendaftar untuk tiga gelombang yaitu sebesar 9,4 juta pendaftar, bukanlah target yang disasar oleh program ini," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kamis (18/6/2020).
Kedua, KPK menemukan kerja sama dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam hal ini, KPK mendorong agar pemerintah meminta legal opinion kepada Kejaksaan Agung tentang kerja sama delapan platform digital dalam program Kartu Prakerja, termasuk penyediaan barang dan jasa pemerintah atau bukan.
Ketiga, KPK juga menilai, kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Alex menyebut hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan yang memenuhi syarat, baik materi maupun penyampaian secara daring.
Keempat, KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan secara daring rawan jadi fiktif, tidak efektif, dan dapat merugikan keuangan negara.
"Karena metode pelatihannya hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme pengendalian atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta," ujar Alex.