Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dexamethasone Obat Murah untuk Pasien Kritis Covid-19, Pemakaiannya Tak Bisa Dihentikan Tiba-tiba

Obat bernama dexamethasone menjadi harapan baru saat serangan virus corona kini telah mencapai lebih dari 8 juta kasus di dunia.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Dexamethasone Obat Murah untuk Pasien Kritis Covid-19, Pemakaiannya Tak Bisa Dihentikan Tiba-tiba
JUSTIN TALLIS / AFP
Seorang apoteker memegang sekotak tablet Dexamethasone di sebuah toko kimia di London pada 16 Juni 2020 

TRIBUNNEWS.COM - Obat bernama dexamethasone menjadi harapan baru saat serangan virus corona kini telah mencapai lebih dari 8 juta kasus di dunia.

Melansir dari The Jakarta Post, dexamethasone adalah steroid yang murah dan banyak digunakan.

Dexamethasone telah menjadi obat pertama yang terbukti dapat menyelamatkan hidup di antara pasien infeksi virus corona.

Hasil uji coba yang diumumkan pada hari Selasa (16/6/2020) menunjukkan, dexamethasone yang digunakan untuk mengurangi peradangan pada penyakit lain, mengurangi tingkat kematian sekitar 1/3 di antara pasien Covid-19 yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit.

Bahkan menurut sang peneliti, seorang pasien Covid-19 bisa sembuh hanya dengan menggelontorkan uang sekitar Rp 100 ribu.

Baca: Dua Anak Pendiri Sunda Empire Tempelkan Foto Pakai Mahkota di Paspor Sunda Democratic Empire

Baca: Warga Tapanuli Geger, Kematian Hewan Ternak di Desa Ini Bak Misteri, Tinggalkan Luka di Leher

Peneliti mengungkapkan temuan bahwa obat dexamethasone yang beredar di pasaran bisa selamatkan pasien Virus Corona.
Peneliti mengungkapkan temuan bahwa obat dexamethasone yang beredar di pasaran bisa selamatkan pasien Virus Corona. (Tribun Kaltim.co)

Hasil penelitian menunjukkan obat tersebut harus segera menjadi perawatan standar pada pasien dengan kasus penyakit parah, kata para peneliti yang memimpin uji coba.

"Ini adalah hasil yang menunjukkan bahwa jika pasien Covid-19 yang menggunakan ventilator atau oksigen diberikan dexamethasone, itu akan menyelamatkan nyawa, dan itu akan dilakukan dengan biaya yang sangat rendah," kata Martin Landray, seorang profesor di Universitas Oxford ikut memimpin persidangan tersebut.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, Landray juga menyampaikan jika obat tersebut tergolong cukup murah.

"Akan sangat sulit bagi obat apa pun untuk benar-benar mengganti ini, mengingat bahwa kurang dari 50 pound (Rp 888 ribu), Anda dapat mengobati 8 pasien dan menyelamatkan hidup," katanya kepada wartawan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO), yang merekomendasikan Dexamethasone sebagai obat virus corona. Namun, ada persyaratannya sebelum dikonsumsi.

Sementara itu, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO menyatakan ucapan terima kasih dan dukungan untuk Universitas Oxford yang telah menyelamatkan nyawa ribuan pasien Covid-19 dengan menggunakan obat dexamethasone.

"Ini adalah berita bagus dan saya mengucapkan selamat kepada Pemerintah Inggris, Universitas Oxford, dan banyak rumah sakit dan pasien di Inggris yang telah berkontribusi pada terobosan ilmiah yang menyelamatkan jiwa ini," ujar Ghebreyesus.

Dokter Reisa pada konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, pada Senin (15/6/2020).
Dokter Reisa pada konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, pada Senin (15/6/2020). (istimewa/Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional)

Dokter Reisa Ingatkan Dexamethasone Bukan Penangkal Corona

Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dokter Reisa Broto Asmoro menyampaikan, obat bukan penangkal virus corona (Covid-19).

WHO menyebut, obat Dexamethasone dinilai efektif dan bermanfaat pada kasus berat Covid-19.

Sehingga, banyak orang akhirnya mencari Dexamethasone setelah adanya rilis WHO tersebut.

"Obat ini tidak memiliki khasiat pencegahan. Ini bukan penangkal Covid-19, ini bukan vaksin," ujar Reisa, dikutip dari bnpb.go.id, Jumat (19/6/2020).

Menurutnya, Dexamethasone merupakan obat golongan kortikosteroid.

Dexamethasone bekerja dengan cara mengurangi peradangan dan menurunkan sistem kekebalan tubuh, sama seperti steroid yang dihasilkan oleh tubuh secara alami.

Satu kotak obat injeksi dexamethasone dipotret di sebuah toko kimia di London pada 16 Juni 2020. dexamethasone pada hari Selasa diperlihatkan sebagai obat pertama yang secara signifikan mengurangi risiko kematian di antara kasus COVID-19 yang parah, dalam hasil percobaan dipuji sebagai
Satu kotak obat injeksi dexamethasone dipotret di sebuah toko kimia di London pada 16 Juni 2020. dexamethasone pada hari Selasa diperlihatkan sebagai obat pertama yang secara signifikan mengurangi risiko kematian di antara kasus COVID-19 yang parah, dalam hasil percobaan dipuji sebagai "terobosan besar" dalam perang melawan penyakit ini. (Arman SOLDIN / AFP)

Tak Boleh Dihentikan Secara Tiba-tiba
Pada penggunaannya, Dexamethasone yang telah digunakan untuk jangka panjang, tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba.

Dalam hal ini, dokterlah yang akan menurunkan dosis secara bertahap, sebelum menghentikan obat ini.

"Penderita yang telah mengonsumsi untuk jangka panjang, tidak boleh menghentikan konsumsi obat secara tiba-tiba, tanpa sepengetahuan dokter."

"Penggunaan untuk jangka panjang juga ada efek sampingnya," jelas Dokter Reisa.

Meski harganya terjangkau, namun penggunaan Dexamethasone wajib melalui konsultasi dokter, agar tidak menimbulkan efek samping dari obat tersebut.

"Selalu konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan obat ini, agar tidak terjadi efek samping."

"Terutama, bila memiliki alergi pada makanan, obat, maupun bahan lain yang terkandung di dalamnya," ujar dia.

Penggunaan obat tersebut tidak boleh sembarangan diberikan kepada siapa saja, dan harus melihat faktor usia.

"Karena dosis dan lama penggunaan Dexamethasone diberikan berdasarkan usia, kondisi, dan reaksi pasien tersebut terhadap obat," lanjut Reisa.

Ilustrasi pasien corona dengan ventilator.
Ilustrasi pasien corona dengan ventilator. (m.economictimes.com)

Penggunaan Dexamethasone Khusus untuk Pasien Covid-19 yang Kritis

Terkait dengan rekomendasi WHO, obat Dexamethasone lebih dianjurkan untuk pasien yang terkonfirmasi dengan sakit berat, kritis, membutuhkan ventilator, dan bantuan pernapasan.

"Obat ini dianjurkan karena akan mengurangi jumlah kematian sebesar 20 sampai 30 persen dari kasus-kasus tersebut." ungkap Dokter Reisa.

Obat tersebut tidak memiliki dampak atau bukan terapi untuk kasus-kasus konfirmasi yang sakit ringan, atau tanpa gejala.

Pemakaian obat-obat steroid untuk Covid-19 hanya dibolehkan dalam pengawasan ahli, para dokter, dan dilakukan di sarana dengan fasilitas yang memadai, tentunya yang siap untuk menangani efek samping yang dapat terjadi.

Ia mengatakan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akan memantau peredaran Dexamethasone.

"Meski kita telah mendengar beberapa berita baik kemajuan dunia kesehatan, baik dalam negeri, maupun dari luar negeri di internasional, WHO sampai saat ini belum menentukan obat atau regimen data kombinasi pengobatan yang tetap untuk perawatan pasien Covid-19," jelas Reisa.

Sehingga, WHO dan Kementerian Kesehatan tetap menganjurkan agar masyarakat dapat mengikuti petunjuk dari dokter.

"Tidak boleh mengobati diri sendiri, hindari penggunaan antibiotik dengan tidak tepat juga, karena dapat menyebabkan resistensi terhadap jenis antibiotik yang dikonsumsi tersebut."

"Dan sekali lagi, belum ada pengobatan Covid-19 sampai saat ini yang dapat mencegah," tegasnya.

Cara terbaik untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 adalah dengan menerapkan protokol kesehatan.

Yakni dengan menjaga jarak, menggunakan masker, cuci tangan dengan sabun dan air sesering mungkin minimal 20 detik.

"Semuanya itu tentunya akan lebih baik, karena mencegah lebih mudah, lebih baik, dan lebih murah, daripada mengobati," imbuh Dokter Reisa.

Seorang apoteker memegang sekotak tablet dexamethasone di sebuah toko kimia di London. Steroid dexamethasone pada Selasa (16/6/2020) diperlihatkan sebagai obat pertama yang secara signifikan mengurangi risiko kematian pada kasus pasien COVID-19 yang parah. Uji coba ini dipuji sebagai
Seorang apoteker memegang sekotak tablet dexamethasone di sebuah toko kimia di London. Steroid dexamethasone pada Selasa (16/6/2020) diperlihatkan sebagai obat pertama yang secara signifikan mengurangi risiko kematian pada kasus pasien COVID-19 yang parah. Uji coba ini dipuji sebagai "terobosan besar" dalam perang melawan Covid-19. (AFP/Justin Tallis)

Mengenal obat dexamethasone dan efek sampingnya
Lantas apa sebenarnya obat dexamethasone ini?

Melansir laman WebMD, dexamethasone digunakan untuk mengobati kondisi penyakit autoimun seperti radang sendi, gangguan darah/hormon/sistem kekebalan tubuh, reaksi alergi, kondisi kulit dan mata tertentu, masalah pernapasan, gangguan usus tertentu, dan kanker tertentu.

Obat ini juga digunakan sebagai tes untuk gangguan kelenjar adrenal (sindrom Cushing).

Selain itu, dexamethasone adalah hormon kortikosteroid (glukokortikoid), sehingga dapat mengurangi respons pertahanan alami tubuh dan mengurangi gejala seperti reaksi pembengkakan dan alergi.

Namun sayangnya, obat ini juga dapat menimbulkan reaksi lain pada tubuh seseorang.

Dexamethasone dapat menyebabkan gangguan perut, sakit kepala, pusing, perubahan menstruasi, sulit tidur, nafsu makan meningkat, atau kenaikan berat badan dapat terjadi.

Beri tahu dokter segera jika salah satu dari efek samping yang tidak biasa tetapi serius ini terjadi, seperti:

- Tanda-tanda infeksi (misalnya, demam, sakit tenggorokan persisten)
- Nyeri tulang atau persendian
- Peningkatan haus, sering buang air kecil
- Detak jantung cepat/lambat/tidak teratur
- Nyeri/tekanan mata

- Gangguan penglihatan
- Pembengkakan di beberapa area tubuh, seperti wajah, kaki, pergelangan kaki
- Gejala perdarahan lambung atau usus (seperti sakit perut, tinja hitam, muntah yang terlihat seperti bubuk kopi)
- Perubahan mental atau suasana hati (mis. depresi, perubahan suasana hati, agitasi)
- Pertumbuhan rambut dan kulit yang tidak biasa
- Nyeri atau kram otot, kelemahan, mudah memar atau berdarah
- Penyembuhan luka lambat, kulit menipis, kejang.

Reaksi alergi yang sangat serius terhadap obat ini jarang terjadi.

Namun, segera cari pertolongan medis jika melihat gejala reaksi alergi serius, seperti ruam, gatal atau bengkak (terutama pada wajah, lidah, tenggorokan), pusing parah, kesulitan bernapas.

(Tribunnews.com/Nuryanti/GridHealth)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas