Hanura: Presiden Jokowi Tidak Boleh Tersandra Kabinet yang Tak Ada Kinerjanya
Indonesia tidak boleh tersandera oleh kabinet yang tidak buktikan kerja. Tidak boleh ada kementerian yang berhubungan dengan kesehatan
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Bidang Keanggotaan Partai Hanura Hengki Irawan mengatakan, negara tidak boleh tersandera oleh kabinet yang tidak bisa membuktikan kerja.
Hal tersebut disampaikan Hengki merespons pidato kritik keras Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kekecewaannya atas kinerja para Menteri Kabinet dalam menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19.
“Indonesia tidak boleh tersandera oleh kabinet yang tidak buktikan kerja. Tidak boleh ada kementerian yang berhubungan dengan kesehatan tidak punya gagasan terobosan bersama kepala daerah untuk atasi Covid-19 dan hanya tergantung pada Gugus Tugas,” kata Hengki saat dikonfirmasi Tribunnews, Kamis (2/7/2020).
Baca: Politisi PKB: Tidak Terbayang Kalau PKS Masuk Kabinet, Memang Mereka Mau?
“Tidak boleh kementerian sektor perekonomian, UMKM melempem tanpa gagasan mendasar soal terobosan-terobosan kreatif produktif ditengah Covid-19. Jangan biarkan krisis melemahkan Indonesia,” tambahnya.
Dengan demikian, Hengki menilai, kritik Presiden Jokowi kepada jajaran kabinetnya yang dinilai biasa-biasa saja dalam situasi pandemik Covid-19 merupakan hal tepat.
“Dalam situasi krisis diperlukan gagasan dan tindakan serta juga kebijakan negara yang ekstraordinary. Hal itu bisa diusulkan oleh para menteri,” ucap Hengki.
Meski demikian, Hengki menyerahkan, keputusan reshuffle kabinet kepada Presiden Jokowi.
Menurutnya, reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden.
"Jika ada Kementerian yang menunjukan kinerja, tentu ada ya, khususnya menteri yang melakukan terobosan out of the box dan cenderung berani keluar dari status quo atau kemapanan lama, dan memperjuangkan kepentingan negara dan bekerja untuk rakyat, maka harus mendapat apresiasi dan dipertahankan," kata Hengki.
"Yang penting Isue resuffle jangan sampai dijadikan azas manfaat pihak-pihak diluar Presiden untuk menjatuhkan menteri tertentu tanpa penilain kinerja secara objektif atau hanya untuk kepentingan oportunistik kelompok (oligarki) semata bukan karena alasan kepentingan rakyat," jelas mantan aktivis 98 ini.