Meutia Hatta: Kebiasaan Baru Jadi Budaya Butuh Waktu Lama
Di depan rumah biasanya ditempatkan gentong berisi air untuk mencuci kaki sebelum masuk rumah.
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Meutia Hatta menilai kebiasaan baru untuk menjadi budaya di masyarakat akan berjalan cukup lama.
"Pemahaman mengenai manfaat yang baik dari kebiasaan itu kemudian ditiru oleh banyak orang, itu akan berjalan cukup lama untuk menjadi kebudayaan. Ada yang perlu waktu lama, karena kebudayaan itu lebih luas lagi lebih mendalam," kata Meutia dalam dialog publik di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Menurutnya, kebudayaan memerlukan pola pikir dan perilaku di masyarakat. Ada nilai-nilai yang ditanamkan dalam suatu kebiasaan untuk menjadi kebudayaan.
Baca: Ketua DPR Harap Kerja Sama RI-Turki Segera Temukan Vaksin Covid-19
"Ada kebiasaan yang menunjukkan caranya melakukan kebiasaan itu juga diperkuat dengan cara-cara mempertahankan sampai lama, sampai dengan turun temurun, kemudian menjadi kebudayaan," tuturnya.
Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu mencontohkan kebiasaan masyarakat yang tinggal di rumah panggung seperti di Palembang atau Minang.
Di depan rumah biasanya ditempatkan gentong berisi air untuk mencuci kaki sebelum masuk rumah.
Kebiasaan menempatkan gentong berisi air dan mencuci kaki sebelum masuk ke dalam rumah itu, Meutia mengatakan, akhirnya menjadi budaya masyarakat Palembang atau Minang.
"Saya juga memperhatikan dulu itu orang Minang tidak suka sayur, tapi akhirnya merasakan manfaat makan sayur. Biasanya kalau orang Minang sakit, itu biasanya kolesterol, gula, itu karena kebanyakan makan daging. Nah, akhirnya mereka makan sayur dan saya sekarang melihat tidak susah mencari sayur," lanjutnya.
Selama pandemi, Meutia mengatakan kebiasaan wajib seperti cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, dilakukan karena sudah jadi barang umum, agar masyarakat terhindar dari Covid-19.
"Ini suatu kebiasaan yang ada manfaatnya, karena tanpa itu ada bahaya virus corona, sehingga ini yang mau jadi diusahakan jadi kebudayaan," katanya.
"Tapi kita harus mengusahakan agar orang bisa menerima pola pikir dan juga perilakunya. Tidak hanya ikut-ikutan saja karena itu masih kebiasaan. Kalau budaya, pola pikirnya menegaskan harus begitu, tanpa komando karena sudah tahu sendiri apa manfaatnya, lebih baik, sesuai untuk dirinya," pungkasnya.