Polda Metro Jaya Bakal Panggil Anji dan Hadi Pranoto Soal Konten YouTube Penemuan Obat Covid-19
Sebelum memanggil Anjir dan Hadi Pranoto, penyidik kepolisian akan terlebih dahulu meminta keterangan terhadap Ketua Umum Cyber Indonesia, Muanas
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya akan memanggil musisi Anji dan professor Hadi Pranoto soal konten viral terkait penemuan obat Covid-19 di YouTube.
Hal tersebut setelah keduanya dilaporkan ke polisi oleh organisasi Cyber Indonesia.
"Kita periksa terlapor Hadi Pranoto sama pemilik akun YouTube Dunia Manji, akan kita undang untuk klarifikasi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus kepada wartawan, Selasa (4/8/2020).
Sebelum memanggil Anjir dan Hadi Pranoto, penyidik kepolisian akan terlebih dahulu meminta keterangan terhadap Ketua Umum Cyber Indonesia, Muanas Alaidid selaku pelapor.
Polisi juga akan memeriksa saksi ahli yang berasal dari saksi ahli bahasa maupun pidana. Hal itu untuk memastikan unsur-unsur pidana dalam konten YouTube Duniamanji.
Baca: PKS Minta Pemerintah Selidiki Latar Belakang Keilmuan Hadi Pranoto
"Rencana akan kita klarifikasi dulu pelapor dan saksi-saksi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, konten YouTube musisi Anji yang menampilkan hasil wawancara dengan seorang yang disebut professor bernama Hadi Pranoto berbuntut panjang. Keduanya dilaporkan atas dugaan penyebaran berita bohong ke Polda Metro Jaya.
Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid mengatakan konten tersebut membuat kabar penemuan obat Covid-19 yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Konten ini di medsos memicu dan menimbulkan berbagai polemik, pendapat dari profesor yang dihadirkan dalam konten itu, itu ditentang oleh banyak akademisi, ilmuan, kemudian ikatan dokter, menkes, influencer bahkan masyarakat luas," kata Muannas di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (3/8/2020).
Adapun salah satu isi konten yang dipersoalkan adalah pemeriksaan Covid-19 yang serupa dengan rapid test dan swab yang disebut hanya menghabiskan biaya Rp 10 ribu saja. Hal inilah yang diduga sebagai kebohongan yang diungkap dalam konten tersebut.
"Tentang swab dan rapid test, dikatakan disitu dia punya metode dan uji yang jauh lebih efektif dengan yang dia namakan dengan digital teknologi itu biayanya cukup Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu. Nah ini kan sangat merugikan pihak RS yang mana sebagaimana kita ketahui rapid dan swab itu bisa menyentuh ratusan bahkan jutaan," jelasnya.
"Jangan sampai ini dipercaya sama publik dan publik nanti beranggapan berarti selama ini masyarakat diperas, dibodohi bahwa ada pihak yang kemudian mengambil keuntungan. Nah ini kan berbahaya," sambungnya.
Dalam kasus ini, pihaknya menjerat keduanya dengan pasal berbeda. Dia menyebut professor Hadi Pranoto dijerat dengan pasal Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sementara, Anji dijerat dengan pasal 28 ayat 1 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Undang-undang Informasi Teknologi dan Informasi (ITE). Menurutnya, kepolisian harus meluruskan dan mengusut kasus tersebut.
"Itu yang harus diluruskan oleh pihak kepolisian betul enggak ini penemuan, betul enggak ini kemudian berita bohong. Jangan kemudian masyarakat jadi tidak peduli karena melihat konten itu dan beranggapan obatnya sudah ketemu berarti masker tidak perlu digunakan, sosial distancing juga enggak perlu, maka kontraproduktif kan dengan apa yang disampaikan pemerintah," ungkapnya.
Dalam kasus tersebut, pihaknya menyerahkan sejumlah barang bukti kepada pihak kepolisian. Di antaranya, bukti percakapan antara Anji dan Hadi Pranoto dalam konten tersebut.
"Kita ada transkip percakapan interview itu sudah kita bawa semua, kemudian ada screenshot, ada 1 Flashdisk yang berisi link URL video itu," pungkasnya.