Hasil Studi: Bicara dengan Tenang dan Lebih Pelan Bisa Mengurangi Penyebaran Covid-19
Sebuah penelitian menemukan, berbicara dengan lebih pelan dan tenang dapat mengurangi penyebaran virus corona.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah penelitian menemukan, berbicara dengan lebih pelan dan tenang dapat mengurangi penyebaran virus corona.
Penelitian tersebut dilakukan enam ilmuwan dari University of California, Davis (UC Davis).
Penurunan enam desibel dalam tingkat bicara rata-rata, dapat memiliki efek yang sama pada 'pemotongan' transmisi Covid-19.
Seperti menggandakan ventilasi ruangan, menurut salinan makalah yang merinci penelitian sebelumnya.
Dikutip dari Sky News, temuan itu menunjukkan zona yang lebih tenang di dalam ruangan berisiko tinggi tertular Covid-19.
Seperti di rumah sakit dan di restoran.
Baca: Studi Baru: Kandidat Vaksin Covid-19 Nonaktif dari China Hasilkan Respons Kekebalan yang Kuat
Baca: Hasil Studi: Infeksi Virus Corona yang Parah atau Mematikan Sangat Jarang Terjadi pada Anak-Anak
Adapun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengubah pedomannya pada bulan Juli lalu.
Mereka mengakui kemungkinan penularan lewat aerosol.
Seperti selama latihan paduan suara atau saat berada di restoran atau di tempat olahraga.
Penelitian baru menunjukkan, tetesan mikroskopis yang dikeluarkan saat berbicara, dapat menguap meninggalkan partikel aerosol.
Tetesan mikroskopis yang cukup besar ini rupanya dapat membawa virus.
Penelitian itu mengatakan, peningkatan kenyaringan sekitar 35 desibel atau perbedaan antara berbisik dan berteriak, dapat meningkatkan laju emisi partikel sebanyak 50 kali lipat.
Baca: Peneliti Temukan Kemungkinan Penularan Covid-19 dari Tinja, Kasus Serupa Terjadi 17 Tahun Silam
Baca: Dua Peneliti Indonesia Ikut Teliti Vaksin Covid-19 di Inggris
Percakapan normal umumnya di atas kisaran 10 desibel.
Sementara kebisingan sekitar di restoran sekitar 70 desibel.
"Tidak semua lingkungan dalam ruangan sama dalam hal risiko penularan aerosol."
"Ruang kelas yang ramai tapi sepi jauh lebih tidak berbahaya daripada bar karaoke yang tidak ramai."
"Pengunjung berada jauh secara sosial tetapi berbicara dan bernyanyi dengan musik keras," ujar sang peneliti utama, William Ristenpart.
Studi tersebut muncul ketika jumlah kematian global akibat virus corona melewati 900.000 pada Kamis lalu.
Sementara kasus di seluruh dunia mencapai 28,3 juta jiwa.
Baca: Peneliti Rusia Ungkap Uji Coba Vaksin Covid-19 pada Anak-anak Dapat Dimulai dalam 9 Bulan
Baca: Peneliti di Inggris Sebut Steroid Murah Bisa Selamatkan Pasien Covid-19 yang Sakit Parah
Dikutip dari worldometers, Amerika Serikat kini masih menduduki peringkat pertama virus corona terbanyak di dunia.
Hingga Jumat (11/9/2020), terdapat 6.588.163 juta jiwa pasien terkonfirmasi positif Covid-19.
Adapun 3.879.960 jiwa telah sembuh dan 196.328 pasien dinyatakan meninggal dunia.
Sedangkan peringkat kedua di dunia diduduki oleh India.
India terdapat 4.559.725 pasien terkonfirmasi positif.
Sedangkan 3.539.983 di antaranya telah pulih dan 76.304 lainnya meninggal dunia.
Terakhir, Brasil menududuki peringkat 3 dunia dengan 4.239.763 pasien terkonfimasi positif.
Terdapat 129.575 pasien meninggal dan 3.497.337 di antaranya dinyatakah telah sembuh.
(Tribunnews.com/Maliana)