Doni Monardo 3 Bulan Tak Pulang ke Rumah Perangi Covid-19, Ultah dan Lebaran Dirayakan di Kantor
Jadi Idul Fitri dan ultah, saya itu di kantor. Semata-mata untuk tunjukkan kepada temen-teman di daerah bahwa menangani covid itu harus totalitas
Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sudah 6 bulan Indonesia dilanda pandemi virus corona.
Sejak kasus pertama dan kedua terkonfirmasi positif Coronavirus disease ( Covid-19) , yakni seorang anak dan ibunya, warga Depok, Jawa Barat, diumumkan pada 2 Maret lalu, pandemi Covid-19, banyak orang menjadi supersibuk.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo yang ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19, misalnya.
Ia tiga bulan menginap di kantor. Simak wawancara eksklusifnya bersama Domuara D Ambarita, Nicolaas Manafe dan Dany Permana dari Tribun Network, pada Senin (7/9).
Baca: Cerita Pasien Positif Covid di Jakarta: Mau Masuk Wisma Atlet Antre Lima Jam, Persyaratannya Ribet
Saat anda ditunjuk Presiden Jokowi untuk menjabat Ketua Satgas Covid-19, padahal kita tahu, ini virus terkait penyakit, sedangkan anda seorang tentara, bagaiman sikap anda?
Penugasan dari Pak Jokowi adalah suatu kehormatan karena diberikan tanggung jawab dan kesempatan untuk jadi bagian dari sistem dalam rangka pengendalian Covid-19. Tentunya penugasan ini suatu tantangan yang harus saya lakukan dengan sebaik mungkin sehingga masalah-masalah yang ada bisa saya selesaikan. Bagaimana perasaan saya? Tentu saya merasa mendapatkan kehormatan juga dan diberikan suatu kewenangan, suatu kepercayaan. Bagi kami kepercayaan adalah segala-galanya. Saya harus abdikan secara total.
Saat itu anda sebaga kepala BNPB, apakah sempat ragu ketika ditunjuk Presiden Jokowi?
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mengamanatkan bencara --baik alam dan non-alam-- itu berada di bawah komando BNPB. Sebaga seorang prajurit yang belum pernah berkecimpung di bidang medis, tentu saya rasakan penugasan ini cukup berat. Tapi saya yakin waktu itu dengan jaringan, kerja sama dengan kementerian/lembaga, saya yakin secara bertahap kita mampu lakukannya.
Pertama, saya minta bantuan sahabat-sahabat saya dari kalangan (dokter/kesehatan, Red) TNI tentang apa itu Covid. Kemudian Saya berdiskusi dengan sejumlah pakar dari berbagai macam bidang. Ada dari bidan kesehatan masyarakat, epidiemologis, antropologis, sosiologis. Karena ini bukan saja kesehatan, tapi ada yang menyertainya.
Saya minta bantuan Prof Wiku (Prof Wiku Bakti Bawono Adisasmito, guru besar yang mendalami kebijakan kesehatan di bidang sistem kesehatan dan penanggulangan penyakit infeksi; dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan sekarang menjadi Jubir Satgas Covid-19). Kami sama-sama bersama jalani pendidikan di Lemhannas (tahun 2012). Dia yang tuntun saya bertemu dengan sejumlah pakar. Hampir setiap saat kami rapat dan diskusi untuk susun beberapa program. Mulai strateginya, sistem, struktur, skill, harus cepat dan target. Apa yang ditargetkan? Kami harus jaga masyarakat sehat tetap sehat, sakit harus diobati sampai sembuh.
Butuh berapa lama bagi Anda untuk memahami Covid-19?
Dari awal itu hampir tiap malam kami diskusi menerima masukan dari daerah, kemudian cari solusi yang terbaik. Tantangan pertama yang saya hadapi yaitu masalah ketersediaan APD (alat pelindung diri).
Waktu itu sudah mulai ada penjelasan dari banyak rumah sakit bahw APD tinggal tersedia beberapa hari lagi. Saya sendiri, dari awal APD itu, tidak mengerti. Yang saya tahu hazmat yang dipakai prajurit dalam rangka atasi bahaya biokimia. Masukan-masukan dari para menteri terutama dari menkeu dan menlu bahwa ada informasi ada APD buatan Indonesia yang akan diekspor ke Korsel.
Lalu kami diskusi sehingga APB yang semula mau diekspor, akhirnya dibagi dua, setengahnya tetap berada di tanah air utk kepentingan domestik kita dan setengahnya lagi dikirim ke luar negeri. Langkah pertama, salurkan APD kepada seluruh rumah sakit yang waktu itu kami dapat laporan dari sejumlah daerah, dokter yang wafat sampe 19 orang (terpapar covid). Prioritas APD disalurkan ke seluruh rumah sakit di Jakarta, Jabar, lalu akhirnya ke seluruh Indonesia pembagian APD, walau bantuan tidak sama jumlahnya.
Bagaimana respons keluarga, saat awal anda terlibat tugas memerangi Covid?
Sebagai seorang prajurit, sudah terbiasa dapatkan tugas dalam waktu yang sangat singkat diberitahu kemudian berhari-hari tidak pulang. Bahkan tugas operasi itu bisa masuki bulan dan tahun. Pengalaman sebelumnya saya nikah (dengan Santi Ariviani), Juli 1992, hanya beberapa waktu berselang, saya tugas ke Timor Timur untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun. Ketika saya kembali sudah punya putri (Azzianti Riani Monardo, lahir 1993).
Dan secara berturut-turut, dalam berbagai macam penugasan, saya nyaris tak pernah bicara pada istri. Jadi istri saya hanya tau saya ke daerah mana, tapi isi tugasnya memang sudah biasa, saya tak pernah ceritakan. Saya tak ingin bebani keluarga dengan masalah dinas. Jadi kalau pulang ke rumah, saya hanya bicara tentang keluarga. Di luar itu, hampir pasti saya tak pernah bicarakan masalah dinas kepada istri saya.
Apakah anda sempat tidak pulang ke rumah selama menangani Covid-19 ini?
Tiga bulan pertama tuga, sejak 13 Maret sampe Juni, saya tak pulang. Saya ingin fokus tangani covid. Saya harus belajar banyak. Saya juga harus menjaga keluarga saya. Karena kalau saya bolak-balik pulang, waktu saya habis di jalan. Kemudian kondisi saya tidak selalu sehat, bisa saja mungkin karena saya lalai lantas saya bawa covid ke rumah dan tulari keluarga. Jadi praktis, tiga bulan pertama, hari-hari dihabiskan di sini. Saya hanya 5 kali keluar dari markas Satgas Gugus Tugas, kantor BNPB, untuk acara dengan Presiden Jokowi dan tinjau RSD Wisma Atlet Kemayoran.
Tiap jam, tidak pernah ada waktu jeda. Semua persoalan itu masuk kepada saya selaku komandan, dan kami tangani secara maksimal mulai dari kesulitan daerah-daerah kesiapan rumah sakit, kemudian APD tertangani, masker tertangani dengan baik.
Pada April, muncul masalah baru soal PCR (PCR atau polymerase chain reaction adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus). Dlm waktu sangat singkat, kami gelar laboratorium yang menggunakan swab test PCR dan itu bisa dengan lakukan berbagai langkah koordinasi termasuk dengan Negara-negara sahabat, dan dibantu dubes kita. Dan saat itu, cairan kimian reagen merupakan zat vital dalam mendeteksi Covid-19 akibat infeksi virus corona SARS-CoV-2. Cairan reagen menjadi rebutan banyak Negara, sehingga berbagai daerah di Indonesia, kekurangan.
Ada beberapa pabrik di Korsel dan China, produknya sudah dipesan oleh sejumlah negara Eropa, saat bersamaan kita kehabisan reagen. Saya juga sampaikan terima kasih kepada para pejabat di Kemlu dan Dubes kita yang membantu sehingga akhirnya reagen bisa kita dapat dan kita salurkan ke daerah.
Kenapa memilih nginap di Kantor?
Saya ini prajurit, biasa tidur di lapangan. Kadang kala hanya beratapkan dedaunan bintang di langit. Jadi fasilitas sekarang ini sudah cukup bagus. Ketika saya bandingkan waktu saya bertugas di daerah konflik dan pemerintah neg telah beri banyak fasilitas kepada BNPB itu sudah lebih dari cukup. Totalitas dan rasa-rasanya dlm kondisi seperti skrg ini kita harus bisa memberikan keselamatan kepada masy. Tidak ada pikiran lain yaitu bantu masy yg memerlukan bantuan.
Baca: Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo Totalitas Perangi Corona: Sirene Ambulans Bikin Suasana Mencekam
Jadi anda tidak pulang ke rumah, apakah tidak kangen cucu?
Istri datang ke sini (kantor BNPB di Jalan Pramuka, Rawamangun, Jakarta Timur) 5 kali. Termasuk saat Idul Fitri dan 10 Mei, saat saya ulang tahun, istri yang dateng. Anak dan cucu itu 2 kali berkunjung. Jadi Idul Fitri dan ultah, saya itu di kantor. Semata-mata untuk tunjukkan kepada temen-teman di daerah bahwa menangani covid itu harus totalitas. Karena Covid itu nggak pernah beri tahu kapan serang manusia dan di mana. Kita harus mampu selesaikan dengan cepat. (nic/amb)
Simak video wawancara eksklusif Tribun Network di sini: