Pola Pembagian Tugas Tenaga Medis Tangani Covid-19 Bisa Cegah Tingginya Kematian
Idealnya tenaga medis bekerja 8 jam kerja per hari, mereka langsung istirahat. Masa istirahat mereka selama 32 jam.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Kesehatan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Mayjen Tugas Ratmono, mengatakan pola pembagian tugas tenaga medis menangani coronavirus disease 2019 (Covid-19) dapat mencegah tingginya kematian.
Mayjen Tugas Ratmono menekankan pentingnya zero kematian pada dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.
Bagaimana detailnya Mayjen Tugas Ratmono mengeksekusi operasional Rumah Sakit Darurat Covid Wisma Atlet?
Baca: 14.535 Pasien Positif Covid-19 di RS Wisma Atlet Dinyatakan Sembuh Hingga Hari Ini
Dia menjelaskan, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya, dibagi ke dalam beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari 5 tim kerja.
Menurut dia, setiap tim bekerja selama satu shift, 8 jam kerja per hari. Secara operasional, RSDC Wisma Atlet beroperasi per hari secara 3 shift.
Artinya, beroperasi secara penuh sepanjang pagi, siang, dan malam hari.
Tiap tim yang sudah bertugas selama satu shift, yaitu 8 jam kerja per hari, mereka langsung istirahat. Masa istirahat mereka selama 32 jam.
Baca: Dokter Sebut 8 Jenis Ruam Kulit Ini Bisa Jadi Pertanda Gelaja Virus Corona, Terutama pada Anak-anak
Di rentang 32 jam tersebut, mereka melakukan relaksasi, bersenam, dan berolahraga. Seluruh fasilitas untuk itu, sudah disiapkan oleh Mayjen Tugas Ratmono di lingkungan RSDC Wisma Atlet.
“Mengenakan alat pelindung diri (APD) saja selama 8 jam, sudah melelahkan bagi dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya,” ujar Mayjen Tugas Ratmono, dalam keterangannya, Jumat (25/9/2020).
Bukan hanya lelah secara fisik, juga lelah secara psikis. Nah, selama 8 jam itu, mereka bertugas merawat pasien.
“Kondisi itulah yang kami respon, dengan mengalokasikan waktu istirahat selama 32 jam, agar mereka benar-benar fit untuk bertugas kembali,” lanjut Mayjen Tugas Ratmono.
Baca: Kapasitas Tower 5 Sudah 95 Persen, RSD Wisma Atlet Buka Menara Tambahan Tampung Pasien OTG
Keputusan untuk waktu istirahat selama 32 jam tersebut, tentulah berdasarkan analisa yang cermat.
Kondisi fisik dan psikis dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya, benar-benar dipertimbangkan secara matang. Tingkat kelelahan mereka pun diukur dengan saksama.
“Tujuannya, agar mereka mampu bertugas secara maksimal. Itu salah satu kunci untuk memulihkan pasien,” lanjut Mayjen Tugas Ratmono.
Dari alokasi jam kerja dan jam istirahat itu saja, terbukti bahwa sistem jitu yang dibangun Mayjen Tugas Ratmono di RSDC Wisma Atlet, benar-benar suatu sistem yang terukur.
Sangat mempertimbangkan kondisi fisik dan psikis dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Kelelahan mereka tak sampai melewati ambang batas. Mereka jadi mampu bertugas secara optimal.