Alat Tes Diagnostik Cepat untuk Virus Corona Rp 75 Ribu dan Hasilnya Diketahui dalam 15 Menit
Alat pengujian cepat, andal dan murah ini akan membantu 133 negara untuk melacak infeksi dan menahan penyebaran
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Sekitar 120 juta alat tes diagnostik cepat untuk virus corona akan tersedia di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Harga alat ini pun dibanderol dengan sangat murah, yakni US$ 5 atau setara Rp 75.000 (kurs Rp 14.900).
Melansir Reuters, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ketersediaan yang lebih luas dari alat pengujian cepat, andal dan murah akan membantu 133 negara untuk melacak infeksi dan menahan penyebaran, dan menutup kesenjangan dengan negara kaya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pabrikan Abbott ABT.N dan SD Biosensor telah sepakat bekerja sama dengan Bill & Melinda Gates Foundation untuk memproduksi 120 juta alat tes diagnostik Covid-19 cepat yang baru, sangat portabel dan mudah digunakan ini.
Baca: Pondok Pesantren di Banyumas Jadi Klaster Covid-19, Ratusan Santri Positif Terinfeksi Virus Corona
Baca: Cuci Tangan Turunkan Risiko Tertular Corona 35 Persen, Masker Bedah 70 persen, Jaga Jarak 85 Persen
Alat ini dijanjikan akan tersedia dalam jangka waktu enam bulan.
Reuters memberitakan, Tedros mengatakan pada konferensi pers di Jenewa bahwa alat tes tersebut saat ini dihargai maksimal US$ 5.
Namun, diharapkan harganya bisa lebih murah.
“Ini akan memungkinkan perluasan pengujian, terutama di daerah yang sulit dijangkau yang tidak memiliki fasilitas laboratorium atau petugas kesehatan yang cukup terlatih untuk melakukan pengujian. Ini adalah tambahan penting untuk kapasitas pengujian dan terutama penting di area transmisi tinggi," kata Tedros seperti yang dikutip Reuters.
Catharina Boehme, kepala eksekutif dari Foundation for Innovative New Diagnostics (FIND), sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Jenewa dalam proyek tersebut, mengatakan kesepakatan itu adalah "tonggak utama" karena saat ini merupakan hal yang mendesak untuk meningkatkan pengujian di negara-negara miskin. (Reuters/Kontan/Barratut Taqiyyah Rafie)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.