44 Kandidat Vaksin Covid-19 Belum Dapat Izin Edar BPOM, Mengapa? Ini Alasannya
Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) Indonesia belum memberikan izin edar terhadap satupun dari 44 kandidat vaksin Covid-19 yang ada saat ini.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) Indonesia belum memberikan izin edar terhadap satupun dari 44 kandidat vaksin Covid-19 yang ada saat ini.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) per tanggal 19 Oktober 2020, ada sejumlah 44 kandidat vaksin Covid-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik dan 154 kandidat vaksin yang sedang pada tahap pre-klinik.
Di antara sejumlah kandidat vaksin tersebut yang sudah memasuki tahap uji klinik fase 3 antara lain adalah vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac, Sinopharm, University of Oxford dengan biofarmasi AstraZeneca, CanSino, Gamalea dari Rusia, Janssen Pharmaceutical, Moderna, BioNTech Pfizer dan Novavax.
"Semua kandidat vaksin Covid-19 yang ada masih dalam proses pengembangan uji klinik baik pre klinik maupun uji klinik itu sendiri," kata Dra Togi J Hutadjujlu Apt MHA selaku Pelaksana tugas Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Badan POM.
Alasan BPOM belum keluarkan izin edar
Dalam diskusi daring bertajuk Pengawalan BPOM dalam Proses Penyediaan Vaksin Covid-19, Rabu (28/10/2020), Togi memaparkan bahwa badan pengawas obat memiliki standar dalam perizinan untuk obat-obatan dan vaksin.
Standar tersebut yakni harus melalui proses uji klinik sebagai pembuktian khasiat dan keamanannya.
"Sesuai dengan tugas dan fungsinya, sebagai pengawas obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah strategis perihal vaksin Covid-19, dengan mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat," ujarnya.
Tidak hanya itu, pemenuhan mutu produk melalui hasil evaluasi persyaratan mutu dan pemastian proses produksi atau pembuatan vaksin sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik atau good maintenance practicise juga harus terpenuhi.
"Setelah proses evaluasi tersebut dilalui dan dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat dan mutu, maka barulah Badan POM akan memberikan perizinan penggunaan," ungkap Togi.
Perizinan penggunaan tersebut ialah berupa Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar (marketing authorization).
EUA adalah suatu mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat seperti pandemi Covid-19 saat ini.
Badan POM sebagai otoritas regulatori di bidang obat, dapat mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat apabila memang sudah sesuai berdasarkan hasil evaluasi klinik.
Selain itu, hasil pembuatan obat memenuhi aspek vaksin tersebut memiliki potensi baik dari khasiat dan keamanan, serta berasal dari jumlah subjek pemantauan.
Namun, saat ini, untuk data-data tersebut masih terbatas, sehingga, kata Togi, untuk mendapatkan EUA tersebut dibutuhkan data-data dari uji klinik yang lebih luas dan waktu yang lebih panjang.