Menristek: Konsorsium Riset Inovasi Covid-19 Kurangi Ketergantungan Alkes Impor
Menurutnya, alat tersebut tidak pernah dibuat di Indonesia, karena pihak universitas dan industri tidak pernah berkolaborasi.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan konsorsium riset inovasi Covid-19 mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor alat kesehatan.
Bambang mengatakan melalui konsorsium, akademisi dan industri dalam negeri dapat berkolaborasi membuat alat kesehatan untuk penanganan Covid-19.
"Akhirnya bisa menjadi subtitusi impor, paling tidak subtitusi impor. Sehingga kita hanya untuk screening saja, rapid test tidak harus impor. Jadi kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap yang luar biasa terhadap impor," ucap Bambang dalam webinar Katadata Forum, Selasa (12/1/2021).
Baca juga: Perusahaan Alkes Siapkan Produk Tingkatkan Imun
Bambang mengungkapkan pada awal pandemi Covid-19, Indonesia harus mengimpor flocked swab yang digunakan untuk tes PCR. Padahal menurut Bambang, alat tersebut bisa dibuat di Indonesia.
Menurutnya, alat tersebut tidak pernah dibuat di Indonesia, karena pihak universitas dan industri tidak pernah berkolaborasi.
Baca juga: Emiten Alkes Bidik Kinerja Keuangan Tumbuh Hingga 20 Persen
"Gara-gara konsorsium akhirnya pihak universitas sebagai yang mengembangkan alat, dengan pabrik yang memproduksi alat sepakat untuk membuat kerjasama memproduksi flocked swab dan juga memproduksi rapid test. Sehingga kira punya alat-alat yang selama ini kita hanya bergantung kepada impor," tutur Bambang.
Konsorsium ini, menurut Bambang, dibentuk karena kebutuhan untuk solusi penanganan pandemi yang cepat.
Baca juga: Siti Fadilah Supari, Mantan Menkes yang Divonis 4 Tahun Penjara Atas Kasus Korupsi Alkes Bebas Murni
Kerjasama yang dibangun, menurut Bambang, melibatkan tiga pihak yakni lembaga penelitian, industri, dan pemerintah.
"Tapi karena pandemi ini membutuhkan solusi cepat dan kita tidak bisa selamanya hanya membeli barang impor. Maka ketika konsorsium kami bentuk, isinya bukan hanya sekelompok universitas, atau sekelompok lembaga penelitian tapi kami juga masukan dunia usaha atau dunia industri, BUMN dan swasta yang kira-kira bidangnya terkait alat kesehatan," pungkas Bambang.