Soal Rencana Vaksin Mandiri, Menkes : Tak Boleh Buat Individu Tapi untuk Korporasi
Vaksinasi mandiri tak akan dilakukan dalam waktu dekat karena tak ingin masyarakat beranggapan yang memiliki uang dapat divaksin terlebih dahulu
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin angkat bicara soal rencana vaksinasi mandiri di Tanah Air.
Budi menegaskan vaksinasi mandiri tak akan dilakukan dalam waktu dekat karena tak ingin masyarakat beranggapan yang memiliki uang dapat divaksin terlebih dahulu.
"Jangan sampai dilihat publik bahwa orang yang punya uang bisa lebih cepat.
Atau jangan dilihat oleh publik bahwa orang yang punya uang bisa beli duluan sendiri," ujar Budi, dalam rapat kerja lanjutan dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (14/1/2021).
Dia mengatakan bahwa vaksinasi mandiri baru akan dilaksanakan bersamaan dengan masyarakat atau setelah pemberian vaksin Covid-19 bagi tenaga kesehatan dan pekerja publik sudah dilakukan.
Baca juga: Jika Ada Indikasi Dampak Serius, Kepala BPOM Sebut Vaksinasi Bisa Dihentikan
Akan tetapi, Budi tak menutup kemungkinan vaksinasi mandiri diperbolehkan bagi korporasi.
Namun dengan syarat korporasi tersebut akan memvaksin semua karyawannya.
"Atau kalau bisa yang kedua, itu tidak boleh buat individu, tapi bolehnya buat korporasi.
Jadi dengan syarat satu, korporasi mau beli dengan syarat semua karyawannya mesti dikasih.
Nggak boleh level atasnya atau direksinya saja. Itu mungkin bisa kita berikan," jelasnya.
Baca juga: Kepala BPOM Sebut Vaksin Sinovac Naikkan Kekebalan Tubuh hingga 23 Kali Lipat
Dengan opsi itu, Budi juga melihat bahwa pengadaan vaksinasi mandiri sebaiknya dilakukan oleh swasta, bukan oleh pemerintah.
Yang terpenting, vaksin Covid-19 yang dibeli harus sesuai dengan yang diiizinkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan harus mendapatkan izin BPOM.
"Vaksinnya harus ada di WHO, harus di-approve oleh BPOM dan datanya harus satu dengan kita.
Saya enggak mau datanya berantakan lagi. Jadi tetap sistem satu data harus pakai data kita untuk monitoring KIPI dan sebagainya," kata Budi.
Meski begitu, Budi menegaskan bahwa opsi tersebut masih dalam diskusi dan belum final.
"Itu belum final. Itu masih dalam diskusi, karena kami takutnya sensitif kalau misalnya tidak ditata dengan baik.
Kami welcome untuk mendiskusikan itu karena objektif kami adalah sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya, semurah-murahnya terhadap anggaran negara," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.