Bukan Kedaluwarsa, Kemenkes Beri Penjelasan Soal Masa Simpan Vaksin Sinovac
Jubir Kemenkes soal vaksinasi, Siti Nadia Tarmizi mengklarifikasi isu vaksin Covid-19 produksi Sinovac segera memasuki masa kedaluwarsa.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengklarifikasi isu vaksin Covid-19 produksi Sinovac segera memasuki masa kedaluwarsa.
Nadia mengungkapkan vaksin tersebut bukanlah kedaluwarsa, melainkan shelf life atau masa simpan.
Pemerintah, kata Nadia, tidak akan memberikan vaksin yang masa simpannya habis.
Hal ini guna memastikan keamanan dan khasiat vaksin.
Dikutip dari setkab.go.id, vaksin Sinovac yang datang pada tahap pertama sejumlah 3 juta dosis, diproduksi pada September-November 2020 dengan shelf life dari produsen selama 3 tahun.
Sementara itu, dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berdasarkan data stabilitas produk, vaksin Covid-19 produksi Sinovac diklaim memiliki masa simpan selama enam bulan.
Nadia menegaskan ketentuan ini bukan bermaksud untuk mempercepat masa simpan vaksin, melainkan wujud kehati-hatian pemerintah dengan tidak begitu saja menerima data dari produsen.
"Bukan ada percepatan dari BPOM terkait masa simpan ini, tetapi BPOM melihat bahwa shelf life dari vaksin ini tidak semata-mata berdasarkan informasi yang disampaikan oleh produsen tetapi berdasarkan pada data stabilitas yang ada," ujarnya, Rabu (17/3/2021).
Baca juga: 1,8 Juta Lebih Orang Indonesia Telah Disuntik Vaksin Covid-19 Tahap Kedua
Sementara itu, dari total 3 juta dosis vaksin Sinovac yang datang di tahap pertama, masa simpan 1,2 juta dosis hingga 25 Maret 2021.
Sementara untuk 1,8 juta dosis vaksin memiliki masa simpan hingga Mei 2021.
Namun demikian, vaksin tersebut telah habis digunakan untuk vaksinasi bagi tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik.
"Kemenkes mengikuti keputusan BPOM. Sejak awal, kami menjaga agar penggunaan vaksin Sinovac dalam rentang shelf life atau masa simpan sesuai yang disampaikan oleh BPOM," tutur Nadia.
Baca juga: Efikasi AstraZeneca Lebih Rendah Dibanding Sinovac
Karena vaksin tahap pertama telah habis, vaksin Covid-19 yang saat ini digunakan menggunakan vaksin produksi Sinovac yang datang di tahap berikutnya dalam bentuk bahan baku atau bulk yang kemudian diproses oleh Bio Farma.
Nadia menjelaskan vaksin tersebut memiliki tampilan fisik yang berbeda dengan vaksin Sinovac yang didatangkan langsung dari Cina, yaitu dengan vial yang ukurannya jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.
"Kemasannya berbeda dengan yang pertama. Sama-sama berbentuk vial, tetapi vial ini bisa disuntikkan untuk 9-11 orang dengan setengah cc," ucapnya.
Perbedaan kemasan ini sekaligus memastikan bahwa sudah tidak ada lagi vaksin Covid-19 tahap pertama dari Sinovac yang masih beredar.
Nadia mengimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir, karena pemerintah menjamin keamanan, khasiat, dan mutu vaksin yang akan diberikan kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Baca juga: Pos Pelayanan Vaksinasi Covid-19 Drive Thru Lansia Ada di Bogor, Kapasitasnya 600 Dosis Per Hari
Update Jumlah Vaksinasi
Sementara itu sebanyak 1.876.140 orang di Indonesia telah menjalani vaksinasi Covid-19 tahap kedua.
Dikutip dari data Kementerian Kesehatan yang diunggah Twitter BNPB, terdapat penambahan 159.391 orang yang disuntik vaksin dosis kedua pada Rabu (17/3/2021).
Sementara itu, sebanyak 236.297 orang menjalani vaksinasi tahap pertama.
Sehingga, total 4.705.248 orang telah disuntik vaksin dosis pertama.
Baca juga: Benarkah Kasus Covid-19 di Indonesia Mulai Turun? Ahli: Hati-hati Maknai Laporan Harian
Tak Ada Laporan Efek Samping Berat
Siti Nadia Tarmizi juga menyampaikan, sampai saat ini laporan terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) cenderung tidak signifikan atau terhitung ringan.
"Kami sampaikan sampai saat ini sudah 5,2 juta orang menerima suntikan dosis pertama maupun kedua dan angka kejadian pasca imunissi ini sangat-sangat ringan ringan dan cenderung tidak ada yang berat," ujar Nadia dalam diskusi virtual, Rabu (17/3/2021).
Ia melanjutkan, rata-rata orang mengalami keluhan di satu sampai dua hari pasca vaksinasi mulai dari nyeri, sakit kepala, badan terasa tidak enak, atau pegal.
"Satu dua hari keluhan-keluhan tersebut rata-rata sudah hilang. Kita lihat itu sebagai gejala ringan yang satu dua hari akan kembali sehat," terangnya.
Nadia menambahkan, dalam upaya percepatan herd immunity atau kekebalan komunitas, pihaknya terus memperbanyak pelaksanaan vaksinasi massal dengan melibatkan pihak swasta maupun BUMN.
Baca juga: Gandeng Pemkot Bogor, Gojek dan Halodoc Sediakan Layanan Vaksinasi Drive Thru untuk Lansia
Baca juga: MUI Rekomendasikan Vaksinasi Malam Hari, Ini Kata Kemenkes
Selain itu, pelaksanaan vaksinasi tidak hanya bergantung pada ketersediaan vaksin Covid-19, tetapi juga jumlah vaksinator.
"Vaksinator terus kita latih baik dari Kemenkes dan organisasi profesi dan menggandeng fasyankes misalnya Asosiasi Klinik Swasta, Persi, ARSI dan kerja sama dengan fasyankes Kementerian atau Lembaga," jelas Nadia.
Berita lain terkait penanganan Covid-19.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Rina Ayu)