Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus PKS Kritik Erick Thohir Promosikan Ivermectin Sebagai Obat Terapi Covid-19

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Alifudin, mengkritik Erick Thohir yang mempromosikan ivermectin sebagai obat terapi Covid-19.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Politikus PKS Kritik Erick Thohir Promosikan Ivermectin Sebagai Obat Terapi Covid-19
YouTube Tribunnews
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Alifudin, mengkritik Erick Thohir yang mempromosikan ivermectin sebagai obat terapi Covid-19. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Alifudin, mengkritik Erick Thohir yang mempromosikan ivermectin sebagai obat terapi Covid-19.

Padahal, di Indonesia ivermectin tercatat sebagai obat cacing.

Alifudin mengingatkan kepada pemerintah agar fokus vaksinasi dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

"Soal obat ivermectin itu, baiknya Kemenkes melakukan tugas dan fungsinya dengan uji klinis serta para ahli bisa meneliti ivermectin, jangan malah BUMN membuat pernyataan seperti jualan obat," kata Alifudin, kepada Tribunnews, Rabu (23/6/2021).

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengklaim ivermectin merupakan satu obat terapi Covid-19 dan telah mendapatkan izin edar dari BPOM.

Namun, BPOM menegaskan izin edar obat ivermectin yang dikeluarkan instansi tersebut bukan untuk digunakan sebagai obat covid-19, melainkan sebagai obat cacing.

Baca juga: Angka Positif Covid-19 Melonjak, FSGI Minta Pemerintah Tuntaskan Vaksinasi untuk Guru

Berita Rekomendasi

"Jangan memanfaatkan kondisi pandemi dengan berjualan obat, dengan embel-embel sudah mendapat izin edar, takutnya mubazir obat ivermectin yang sudah diproduksi banyak eh malah tidak efektif, seharusnya belajar dari pengalaman seperti obat hydroxychloroquine atau obat malaria yang katanya efektif untuk Covid-19," ucap Alifudin.

Alifudin menegaskan cara Erick Thohir tersebut sangat berdampak pada masyarakat, yang nantinya akan berbondong-bondong membeli obat ivermectin dan dipertengahan jalan tidak bermanfaat obat tersebut karena diberhentikannya uji klinis.

Baca juga: Lebih Efektif Cegah Covid-19, Gunakan Masker Dua Lapis

"Mubazir itu tidak baik, seharusnya langkah yang tepat dilakukan pemerintah adalah dengan menunggu tahapan hasil uji klinis obat Ivermectin selesai oleh kemenkes dan menggalakan vaksinasi Covid-19 ke masyarakat agar terciptanya Heard Imunity, harusnya rencana yang sudah dibentuk dilaksanakan dengan baik," ujar Bang Alif sapaan akrabnya.

Untuk diketahui, pemerintah menargetkan vaksinasi virus corona bisa mencapai 1 juta sehari.

Namun, realisasi target tersebut hingga saat ini masih jauh panggang dari api.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, rata-rata jumlah orang yang disuntik per hari dalam sepekan terakhir masih sekitar 50 persen dari target atau 267.446 orang.

Baca juga: Ahli Epidemiologi: Banyak Penularan Covid-19 yang Tidak Terdeteksi

Meski pada Kamis (3/6/2021), jumlah orang yang disuntik vaksin Covid-19, baik dosis pertama maupun kedua, naik menjadi 424.675 orang.

Pada April 2021, rata-rata vaksinasi per hari mencapai 274.525 orang, namun turun menjadi 267.446 orang per hari pada Mei.

Rata-rata harian jumlah suntikan vaksin Covid-19 dalam seminggu terakhir sebesar 375.442 untuk dosis pertama dan kedua.

Angka ini menunjukkan, target pemerintah melakukan vaksinasi Covid-19 1 juta dosis per hari belum tercapai.

Penjelasan BPOM

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait publikasi penggunaan Ivermectin yang menunjukkan potensi efek penyembuhan terhadap Covid-19.

BPOM menegaskan, Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis).

Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali.

Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter.

"Data uji klinik yang cukup untuk membuktikan khasiat Ivermectin dalam mencegah dan mengobati Covid-19 hingga saat ini belum tersedia. Dengan demikian, Ivermectin belum dapat disetujui untuk indikasi tersebut," ujar keterangan resmi yang diterima, Selasa (22/6/2021).

Apabila ivermectin akan digunakan untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19, harus atas persetujuan dan di bawah pengawasan dokter.

Baca juga: Lonjakan Covid-19 di Jakarta Timur Meningkat, Capai di atas 1000 Kasus dalam 5 Hari Terakhir

Jika masyarakat memperoleh obat ini bukan atas petunjuk dokter, diimbau untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum menggunakannya.

Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.

Untuk kehati-hatian, Badan POM RI meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk melalui platform online.

Baca juga: Satgas Covid-19 Minta Daerah Terapkan Early Over Treatment di Rumah Sakit

Produksi Ivermectin untuk pengobatan pada manusia di Indonesia masih baru.

Untuk itu, Badan POM memberikan batas waktu kedaluwarsa selama 6 (enam) bulan terhadap obat tersebut.

Apabila masyarakat mendapati obat ini dengan label tertulis batas kedaluwarsa di atas 6 (enam) bulan, masyarakat diimbau untuk tidak menggunakan obat tersebut lebih dari 6 (enam) bulan dari tanggal produksi yang tertera.

Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan Covid-19 di Indonesia, dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas