Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Studi Terbaru Ungkap Covid-19 Pertama Muncul di China pada Oktober 2019, Ahli: Bukan Buatan Manusia

Studi terbaru menunjukkan virus corona (Covid-19) pertama muncul di China pada Oktober 2019. Seorang ahli penyakit menular sebut bukan buatan manusia.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Studi Terbaru Ungkap Covid-19 Pertama Muncul di China pada Oktober 2019, Ahli: Bukan Buatan Manusia
Freepik
ilustrasi virus corona - Studi terbaru menunjukkan virus corona (Covid-19) pertama muncul di China pada Oktober 2019. Seorang ahli penyakit menular sebut bukan buatan manusia. 

TRIBUNNEWS.COM - Studi terbaru menunjukkan virus corona (Covid-19) mulai menyebar di China pada awal Oktober 2019, yakni dua bulan sebelum kasus pertama diidentifikasi di pusat Kota Wuhan.

Hal tersebut berdasarkan penelitian para peneliti dari Universitas Kent Inggris, yang hasilnya diumumkan pada Jumat (25/6/2021), CNA melaporkan.

Para peneliti menggunakan metode dari ilmu konservasi untuk memperkirakan bahwa SARS-CoV-2 pertama kali muncul dari awal Oktober hingga pertengahan November 2019, menurut sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Pathogens.

Tanggal kemunculan virus yang paling mungkin adalah 17 November 2019, dan mungkin sudah menyebar secara global pada Januari 2020.

Sementara China secara resmi mengumumkan kasus Covid-19 pertama pada Desember 2019, dan mengaitkan dengan pasar makanan laut Huanan di Wuhan.

Baca juga: Viral Video Pasien Covid-18 Terbaring di Parkiran dan Mobil Pikap, Ini Penjelasan RSUD Kota Bekasi

Baca juga: UPDATE Corona Indonesia, 25 Juni 2021: Total Kasus 2.072.867, Sembuh 1.835.061, Meninggal 56.371

Namun, beberapa kasus awal tidak memiliki hubungan yang diketahui dengan Huanan, menyiratkan bahwa SARS-CoV-2 sudah beredar sebelum mencapai pasar.

Sebuah studi bersama yang diterbitkan oleh China dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada akhir Maret mengakui mungkin ada infeksi sporadis pada manusia sebelum wabah Wuhan.

Berita Rekomendasi

Dalam sebuah makalah yang dirilis dalam bentuk pracetak minggu ini, Jesse Bloom dari Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson di Seattle memulihkan data pengurutan yang dihapus dari kasus awal Covid-19 di China.

Data menunjukkan bahwa sampel yang diambil dari pasar Huanan tidak berkaitan dengan SARS-CoV-2 secara keseluruhan, dan merupakan varian dari urutan nenek moyang yang beredar sebelumnya, yang menyebar ke bagian lain China.

Institut Kesehatan Nasional AS mengonfirmasi kepada Reuters bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah diserahkan ke Sequence Read Archive (SRA) pada Maret 2020 dan kemudian dihapus atas permintaan penyelidik China, yang mengatakan akan diperbarui dan diserahkan ke arsip lain.

Kritikus mengatakan penghapusan itu adalah bukti lebih lanjut bahwa China berusaha menutupi asal-usul Covid-19.

"Mengapa para ilmuwan meminta basis data internasional untuk menghapus data penting yang memberi tahu kita tentang bagaimana COVID-19 dimulai di Wuhan?" kata Alina Chan, seorang peneliti di Harvard's Broad Institute, menulis di Twitter.

Studi lain oleh para ilmuwan Australia, yang diterbitkan pada hari Kamis di jurnal Scientific Reports, menggunakan data genom untuk menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mengikat reseptor manusia jauh lebih mudah daripada spesies lain.

Hal itu menunjukkan bahwa virus itu sudah beradaptasi dengan manusia ketika pertama kali muncul.

Baca juga: Hampir Seluruh Wilayah Jakarta Zona Merah, 265 dari 267 Kelurahan Punya Kasus Corona

Baca juga: Nakes Wisma Atlet Gugur, Puan Maharani Berduka dan Ajak Masyarakat Taat Prokes

Dikatakan mungkin ada hewan tak dikenal lain dengan afinitas yang lebih kuat yang berfungsi sebagai spesies perantara, tetapi hipotesis bahwa itu bocor dari laboratorium tidak dapat dikesampingkan.

"Meskipun jelas virus awal memiliki kecenderungan tinggi untuk reseptor manusia, itu tidak berarti mereka 'buatan manusia'," kata Dominic Dwyer, ahli penyakit menular di Rumah Sakit Westmead Australia yang merupakan bagian dari tim WHO yang menyelidiki Covid- 19 di Wuhan tahun ini.

"Kesimpulan seperti itu tetap spekulatif," sambungnya.

Sampel serum masih perlu diuji untuk membuat kasus yang lebih kuat tentang asal-usul Covid-19, kata Stuart Turville, profesor di Kirby Institute, sebuah organisasi penelitian medis Australia yang menanggapi studi University of Kent.

"Sayangnya dengan tekanan hipotesis kebocoran laboratorium saat ini dan kepekaan dalam melakukan penelitian lanjutan ini di China, mungkin perlu waktu sampai kita melihat laporan seperti itu," kata Turville.

Berita lain terkait Virus Corona

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas