Varian Delta Mulai Mendominasi Wabah Covid-19, IDI Minta Pemerintah Tutup Pintu Masuk Indonesia
Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman menyebut saat ini Covid-19 mutasi Delta mulai mendominasi di Indonesia.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menyebut saat ini Covid-19 mutasi Delta mulai mendominasi di Indonesia.
Menurut Kepala LBM Eijkman, Amin Soebandrio, hal ini dilihat berdasarkan pengamatan Eijkman dari sampel virus yang telah diisolasi.
”Dari virus yang diisolasi belakangan ini, mulai kelihatan varian delta ini mulai mendominasi,” kata Amin, Senin (28/6).
Meski begitu, ia belum dapat memastikan apakah lonjakan kasus positif virus corona di Indonesia memiliki kesinambungan dengan adanya varian baru jenis Delta itu.
Ia menjelaskan, saat ini pasien yang terpapar varian Delta di Indonesia paling banyak berada di DKI Jakarta, dengan total temuan yang terkonfirmasi 96 pasien. Kemudian di Jawa Barat dengan temuan 47 pasien.
Baca juga: Jokowi: Vaksinasi Covid-19 untuk Anak Usia 12-17 Tahun Segera Dimulai
Amin menyebut sebaran varian Delta juga tersebar di beberapa wilayah Indonesia, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Banten. Dengan total kasus keseluruhan yakni 246 pasien.
”Sudah ditemukan semakin banyak sudah mencapai jumlahnya 246. Tersebar paling banyak di Jakarta kemudian di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan beberapa daerah lagi di luar Jawa yakni di Sumsel, Kalteng, Kaltim, Banten, Gorontalo, dan Depok ada 1," ujar Amin.
Disinggung soal adanya mutasi virus Delta Plus di Indonesia, Amin mengatakan sementara ini belum ditemukan mutasi yang dikhawatirkan itu.
Baca juga: TNI AL Gelar Kesiapan Serbuan Vaksin Masyarakat Maritim Seluruh Indonesia
"Kalau saya amati sementara di antara delta itu belum ditemukan mutasi yang dikhawatirkan itu," ujarnya.
Meski demikian Eijkman mengklaim saat ini kerap melakukan genom sikuensing pada pasien yang positif tapi sudah pernah divaksinasi, penyintas tapi terinfeksi kembali, pasien dengan gejala Covid-19 tapi testingnya negatif, hingga pasien yang memiliki gejala klinis lain.
Sementata itu terkait makin banyaknya ditemukan sebaran varian Delta di Indonesia, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto meminta pemerintah memperketat akses warga dari luar negeri yang hendak masuk ke Indonesia.
Ia menyarankan supaya pintu masuk ke Indonesia ditutup sementara, atau setidaknya dilakukan perpanjangan masa karantina warga yang baru tiba di Tanah Air.
"Harus (menutup pintu masuk), kalau tidak (menutup pintu masuk) total pun bisa karantina, misal karantina kemarin cuma tiga atau lima hari sekarang harus 10 hari kan bisa," kata Slamet.
Baca juga: Jokowi Resmi Umumkan Pemerintah akan Segera Lakukan Vaksinasi untuk Anak-anak Usia 12-17 Tahun
Ia menyebut ledakan kasus Covid-19 yang terjadi beberapa waktu belakangan merupakan buah dari kelalaian pemerintah mencegah masuknya importasi kasus yang dibawa warga dari luar negeri ke Tanah Air.
Oleh karena itu, pembatasan terhadap warga dari luar negeri tak maksimal, kini varian baru virus corona, seperti varian Delta, menyebar luas di Indonesia.
Bahkan, menurut Slamet, lonjakan kasus yang terjadi beberapa waktu belakangan diakibatkan oleh virus corona varian Delta yang menyebar lebih cepat, bukan dari tingginya mobilitas masyarakat selama libur Lebaran.
"Ini gara-gara kita teledor, dari luar negeri, kenapa yang disalahin orang mudik? Mudik memang faktor untuk memperbesar saja, tapi faktor utama penyebabnya kan virus Delta," ujar Slamet.
"Yang mudik kan enggak banyak, dan masa inkubasi mudik sudah selesai. Harusnya dua minggu setelah tanggal 17 itu sudah meledak. Ini kan sudah sebulan lebih," tuturnya.
Slamet mendorong pemerintah kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebab, menurut dia, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro tidak lagi efektif menekan laju penularan virus.
Ia mengatakan, jika dengan PSBB pemerintah khawatir ekonomi tak berjalan, maka dapat dilakukan sejumlah modifikasi.
Misalnya, di sektor perkantoran, karyawan yang bekerja dari kantor atau work from office (WFO) hanya 25 persen tetapi dibatasi maksimal empat jam.
Ketentuan yang sama juga bisa diterapkan pada sektor transportasi. Slamet menyarankan agar penumpang transportasi umum dibatasi 25 persen dari kapasitas total dengan waktu operasional selama 4 jam.
Selain itu, disarankan pula supaya kebijakan yang diterapkan tak lagi berdasar pada zonasi Covid-19.
Sebab, kata Slamet, daerah yang kini masuk zona hijau pun bakal menjadi zona merah atau bahkan hitam karena masyarakat tetap melakukan mobilitas.
Paling penting yang dilakukan saat ini yakni membatasi mobilitas masyarakat secara besar-besaran.
"Jadi intinya adalah sekarang mobilitas dikurangi dulu. Kalau pun masih ada yang pakai transportasi ya jumlahnya dikurangi, contoh untuk tenaga kesehatan kan butuh transportasi, untuk suplai makanan," kata Slamet.(tribun network/rin/dod)