Kirim Surat ke Jokowi, Muhammadiyah Minta Lockdown Wilayah Jawa Hingga Tiga Pekan
Dalam surat tersebut Muhammadiyah memberikan tiga rekomendasi terkait penanggulangan Covid-19.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah menyarankan pemerintah untuk memberlakukan lockdown di wilayah Pulau Jawa hingga tiga pekan.
MCCC PP Muhammadiyah sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait usulan ini.
Dalam surat tersebut Muhammadiyah memberikan tiga rekomendasi terkait penanggulangan Covid-19.
"Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu menerapkan kembali kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti pada awal pandemi, paling tidak untuk seluruh provinsi di pulau Jawa selama minimal tiga minggu," ujar Ketua MCCC Agus Samsudin melalui keterangan tertulis, Rabu (30/6/2021).
MCCC meminta kebijakan ini disertai penegakan hukum yang tidak tebang pilih, penindakan tegas kepada para penyebar informasi yang menyesatkan seperti hoaks dan disinformasi, serta jaminan sosial bagi warga terdampak secara ekonomi selama PSBB tersebut diberlakukan.
Rekomendasi kedua adalah meminta pemerintah menjamin ketersediaan fasillitas layanan kesehatan untuk pasien Covid-19 dengan memastikan ketersediaan ruang perawatan di fasyankes, fasilitas isolasi pasien OTG di luar fasyankes, jaminan ketersediaan perangkat medis, alat pengaman diri, pasokan oksigen medis dan obat-obatan yang diperlukan.
Serta pendirian rumah sakit darurat di berbagai daerah di jawa mendesak dilakukan untuk merespon banyaknya Rumah Sakit yang tidak mampu menerima pasien Covid-19 lagi karena penuh.
Rekomendasi ketiga, adalah meminta pemerintah bersama Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Ilmuwan dan Media bersatu dalam menggerakkan solidaritas sosial bagi warga terdampak ekonomi kebijakan pembatasan mobilitas yang dilakukan.
Baca juga: Ketua Satgas IDI: Tidak Ada Kata Terlambat Lakukan Lockdown Segera
Serta menggerakkan ketaatan masyarakat pada penerapan protokol kesehatan, menggerakkan kesadaran masyarakat untuk mengikuti vaksinasi dan meredam beredarnya informasi menyesatkan di kalangan masyarakat.
Agus mengungkapkan langkah ini dilakukan untuk menyikapi terjadinya lonjakan kasus Covid-19.
“Peningkatan jumlah kasus secara tajam mengakibatkan risiko kolapsnya fasilitas layanan kesehatan di Indonesia karena kurangnya ruang perawatan pasien Covid-19, kurangnya jumlah tenaga kesehatan dan kurangnya suplai logistik medis seperti oxigen, APD berserta obat-obatan yang diperlukan," ungkap Agus.
Saat ini tercatat, ada lima provinsi dengan penambahan kasus baru Covid-19 tertinggi. Kelima provinsi itu yakni DKI Jakarta (9.394 kasus baru), Jawa Barat (3.988 kasus baru), Jawa Tengah (2.288 kasus baru), Jawa Timur (889 kasus baru), dan DIY (830 kasus baru).
Sementara Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit untuk pasien covid sudah mencapai lebih dari 90 persen di sejumlah daerah. Sementara fasilitas isolasi mandiri (komunal/pribadi) diluar fasyankes yang layak masih sangat terbatas.
Keterbatasan fasilitas isolasi mandiri ini menyebabkan banyaknya angka kunjungan ke rumah sakit dan menyebabkan rumah sakit tidak mampu menampung dan merawat pasien secara optimal.
Banyak pasien harus menunggu di IGD dan bahkan banyak yang tidak bisa mendapat perawatan di rumah sakit karena rumah sakit sudah tidak bisa lagi menerima pasien covid.
"Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini adalah masuknya ke Indonesia varian baru dengan tingkat penularan yang sangat tinggi disaat pemberlakukan PPKM Mikro yang tidak efektif menekan mobilitas warga baik yang masuk dari luar negeri maupun pinpindahan antar daerah," ucap Agus.
"Sementara ketaatan warga terhadap protokol kesehatan yang sangat rendah dan pencapaian vaksinasi Covid-19 yang masih sangat minim," pungkas Agus.