Obat Terapi Covid-19 Dikeluhkan Langka, Kemenkes Ungkap Alasannya
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang terbukti secara klinis untuk mengobati pasien COVID-19.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah meminta industri obat, pedagang besar farmasi (PBF), dan pelaku usaha lain untuk tidak menahan obat terapi COVID-19 bagi masyarakat di tengah peningkatan kasus konfirmasi positif Virus Corona.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang terbukti secara klinis untuk mengobati pasien COVID-19.
Namun ada beberapa obat yang dianggap potensial dan sudah dapat dipakai dalam penanganan COVID-19.
Plt Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, drg. Arianti Anaya mengatakan, pemerintah terus berupaya menjaga ketersediaan obat, agar tidak terjadi kekurangan stok.
Baca juga: Pantau Ketersediaan Obat, Kemenkes Bakal Luncurkan Aplikasi Pharma Plus
Ada beberapa kendala yang dihadapi, yakni pendistribusian obat ke daerah.
Arianti meminta industri-industri atau PBF untuk tidak menahan obat-obatan agar masyarakat mudah mendapatkan obat.
“Kita berharap industri-industri tidak menahan obat-obat yang ada di industri maupun PBF sehingga dapat diakses oleh masyarakat secepatnya,” katanya dalam konferensi pers secara virtual, Sabtu (10/7/2021).
“Saya ingin menekankan di sini bahwa kami sudah melakukan pengecekan stok obat bahwa kita memiliki stok yang cukup dan tentunya stok yang kita punya ini masih cukup di tengah kasus COVID-19 yang saat ini cukup tinggi dan membutuhkan obat-obatan,” tambah Arianti.
Saat ini stok obat terapi COVID-19 cukup banyak, antara lain Oseltamivir kapsul ada 11,6 juta tablet, Favipiravir ada 24,4 juta tablet, Remdesivir 148.891 vial.
Kemudian Azythromycin 12,3 juta tablet, Tocilizumab 421 tablet. Tocilizumab hanya digunakan untuk kasus kritis artinya ketersediaan saat ini sudah cukup.
Selanjutnya stok Multivitamin sebanyak 75,9 juta tablet.
Semua stok obat ada di Dinas Kesehatan Provinsi, di Instalasi Farmasi Pusat, di idustri farmasi dan PBF, di rumah sakit, dan juga ada di apotek.
“Instalasi Farmasi pusat dan 34 Dinas Kesehatan Provinsi ini menyimpan obat sebagai buffer stock untuk kita apabila stok-stok obat di lapangan kosong. Sehingga kita harapkan masyarakat tetap bisa mendapatkan pelayanan terhadap obat-obatan yang dibutuhkan dalam penanganan COVID-19,” tutur drg. Arianti.