Praktisi PR : Infodemik Covid-19 Lebih Berbahaya Dibanding Pandemik dan Memicu Kepanikan
Infodemik adalah kondisi dimana terlalu banyak informasi menyebar dengan cepat namun tidak akurat dan cenderung negatif
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kecepatan dan tingkat misinformasi dan disinformasi yang beredar di arena publik telah mencapai level Infodemik.
Peran para praktisi Kehumasan atau Public Relations (PR) diperlukan untuk memandu komunikasi publik agar bisa membantu mengurangi kepanikan massal yang terjadi di masyarakat.
Infodemik adalah kondisi dimana terlalu banyak informasi menyebar dengan cepat namun tidak akurat dan cenderung negatif.
“Infodemik ini bisa lebih berbahaya daripada pandemik.
Bahayanya adalah kepanikan massal yang tidak perlu, sehingga pada akhirnya merugikan kita sendiri.
Baca juga: AS Menyita 36 Situs Berita Terkait Palestina dan Iran dengan Dalih Disinformasi
Jadi ada panic buying terhadap masker, vitamin, oksigen.
Barang menjadi langka dan harga meningkat tajam,” kata Jojo S Nugroho, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) usai penganugerahan penghargaan Tokoh PR Berpengaruh dari MAW Talks Awards secara daring belum lama ini.
Menurutnya, kondisi saat ini masyarakat justru butuh kewarasan berpikir karena kabar buruk terus melanda.
Angka korban Covid-19 yang sebelumnya terlihat sebagai angka statistik kini menjadi lebih nyata dan relevan karena yang wafat kini adalah orang-orang terdekat.
Perasaan gelisah dan takut ditambah ketidaktahuan harus melakukan apa dan dengan cara apa, diperparah dengan asupan informasi salah dan negatif yang membludak.
Baca juga: Tenaga Kesehatan akan Dapat Suntikan Dosis Ketiga Vaksin Covid-19
"Ini tidak bisa dibiarkan dan harus dilawan dengan fakta yang benar dan positif.
Berita yang salah dan negatif kalau bertubi-tubi datang tanpa dikoreksi maka akan dianggap masyarakat sebagai kebenaran.
Padahal kecemasan dan khawatir masyarakat harus dikelola agar imunitas tidak turun,” tegas pria yang juga Managing Director Imogen PR ini.
Dikatakannya, peran para praktisi kehumasan atau PR sangat penting untuk membantu agar penyebaran informasi hoax terkait isu Covid-19 bisa terhenti dengan memahami dan memverifikasi sumber, dan kemudian memberikan klarifikasi lewat medium yang diakses masyarakat.