Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dilarang WHO, Thailand Dukung Pencampuran Dua Merek Vaksin Berbeda untuk Dosis Kedua Bahkan Booster

Thailand membela' aksi sejumlah negara yang memutuskan untuk melakukan pencampuran dua merek vaksin covid-19.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Dilarang WHO, Thailand Dukung Pencampuran Dua Merek Vaksin Berbeda untuk Dosis Kedua Bahkan Booster
Freepik
Ilustrasi vaksinasi. Dilarang WHO, Thailand Dukung Pencampuran Dua Merek Vaksin Berbeda untuk Dosis Kedua Bahkan Booster 

Tenaga kesehatan (nakes) Thailand menjadi kelompok pertama yang menerima vaksinasi Sinovac.

Pihak berwenang mengatakan pada hari Minggu lalu bahwa hampir 900 staf medis yang mayoritasnya divaksinasi menggunakan Sinovac, tetap terinfeksi Covid-19.

Oleh karena itu, pemerintah negara itu akan mempertimbangkan nakesnya untuk mendapatkan suntikan dosis tambahan (booster) vaksin AstraZeneca atau Pfizer-BioNTech.

Terkait sejumlah negara yang memutuskan untuk mencampur dan mencocokkan dua vaksin yang berbeda pada dosis awal, kedua, bahkan dosis tambahan (booster) vaksinasi, Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Soumya Swaminathan telah memperingatkan warga dunia untuk tidak menggabungkan vaksin virus corona (Covid-19) yang berbeda.

Hal ini disampaikannya untuk menanggapi adanya pernyataan dari perusahaan farmasi yang menggembar-gemborkan kemungkinan bahwa suntikan tambahan (booster) dapat efektif melawan varian baru Covid-19, yakni B.1.617.2 (Delta).

Ia memperingatkan untuk tidak mencampur vaksin yang berbeda dalam upaya meningkatkan kekebalan.

Karena saat ini tidak ada bukti maupun data yang menguatkan spekulasi itu.

Berita Rekomendasi

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers WHO pada hari Senin kemarin waktu setempat.

"Saya benar-benar ingin memperingatkan orang-orang, karena ada orang yang berpikir untuk mencampur dan mencocokkan vaksin yang berbeda, jadi ini menjadi tren yang berbahaya. Kita saat ini berada di zona bebas data dan bebas bukti, ada data terbatas yang kita miliki tentang mix and match ini," tegas Dr. Swaminathan.

Menurutnya, jika banyak negara yang meyakini informasi 'gembar-gembor perusahaan farmasi' tanpa didasarkan pada data, maka ini akan menimbulkan kekacauan.

"Ini akan menimbulkan situasi yang kacau di banyak negara, jika warga mulai memutuskan kapan mereka harus mengambil dosis kedua, ketiga atau keempat," jelas Dr. Swaminathan.

Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (13/7/2021), berbeda dengan apa yang disampaikan Ilmuwan WHO, beberapa penelitian diklaim telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dari kombinasi vaksin yang berbeda.

Seperti yang dilakukan Institut Gamaleya Rusia yang menjadi pengembang vaksin pertama yang mencoba 'cara ini'.

Gamaleya menawarkan vaksin Sputnik V dan AstraZeneca untuk diuji klinis pada tahun lalu, dan penelitiannya pun saat ini masih berlangsung.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas