Epidemiologi: Batalin Saja, Enggak Usah Ada Vaksin Gotong Royong, Gratiskan Semuanya
Dr. Dicky Budiman menyarankan sebaiknya rencana penggunaan istilah vaksin gotong royong tidak perlu ada.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
Epidemiologi: Batalin Saja, Enggak Usah Ada Vaksin Gotong Royong, Gratiskan Semuanya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Epidemiologi sekaligus Peneliti Pandemi dari Griffith University Australia Dr. Dicky Budiman menyarankan sebaiknya rencana penggunaan istilah vaksin gotong royong tidak perlu ada.
Menurut Dicky, dalam situasi saat ini yang diperlukan adalah memberikan vaksin gratis kepada masyarakat.
Hal itu disampaikan Dicky saat dialog bertajuk Pantaskah Vaksin Diperjualbelikan? yang disiarkan kanal YouTube Holipis Channel, Kamis (15/7/2021).
"Jadi menurut saya sih kalau saya diminta pendapat dan kesimpulan, ya udah batalin aja atau enggak usah ada lah (vaksin) gotong royong itu. Ini aja yang gratis semuanya," kata Dicky.
Baca juga: BPOM: Efikasi Vaksin Pfizer untuk Usia 12 Hingga 15 Tahun Capai 100 Persen
Dicky menilai, jika memang pemerintah terbatas dalam kemampuan keuangan dalam mengadakan vaksin maka sebaiknya pihak swasta langsung ke pemerintah untuk membiayai.
Sehingga tak dibiarkan masyarakat membayar vaksin.
"Urusannya biar dengan pemerintah. Saya bukan orang keuangan tapi intinya masyarakat tidak boleh diarahkan harus bayar," ucapnya.
Ia pun menjelaskan untuk keluar dari situasi krisis, yakni berbicara keberhasilan vaksinasi adalah cakupan.
Sehingga, kalau cakupannya mau banyak tidak bayar.
Dicky pun menceritakan bagaimana Sungapura memberlakukan vaksin Sinovac secara berbayar.
Namun, hal itu agar masyarakat tidak mengambil Sinovac.
Tapi, pemerintah Singapura menyediakan vaksin Pfizer secara gratis kepada masyarakatnya.
"Jadi, ketika mereka mengeluarkan kebijakan itu supaya memilih yang memiliki efiksi tinggi yaitu Pfizer khusunya," kata Dicky.
"Dan artinya mereka tetap mengarahkan untuk meningkatkan cakupan itu, enggak ada vaksin berbayar. Mereka free. Kalau bicara membayar, mereka harga normalnya aja mahalan Ffizer daripada Sinovac. Tapi toh pemerintahnya memilih yg selain lebih mahal tapi akan mengarah pada cakupan threshold immunity," jelasnya.