Satgas Ungkap 2 Faktor Kunci Relaksasi Penanganan Covid-19 yang Efektif dan Aman
Faktor pertama, kata Wiku, adalah apabila saat keputusan relaksasi diambil, keputusan tersebut dipersiapkan dengan matang.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan dua faktor yang menjadi kunci relaksasi Kebijakan Penanganan Covid-19.
Faktor pertama, kata Wiku, adalah apabila saat keputusan relaksasi diambil, keputusan tersebut dipersiapkan dengan matang.
Faktor kedua yakni adanya komitmen dalam melaksanakan kebijakan atau kesepakatan dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
Dengan tingginya kasus saat ini, kata dia, pemerintah berusaha maksimal dalam melakukan pengetatan dengan membatasi mobilitas, meningkatkan kapasitas rumah sakit, menyediakan obat-obatan dan alat kesehatan.
Baca juga: Satgas Covid-19 Ingatkan Relaksasi Kebijakan Penanganan Covid-19 Perlu Kehati-hatian
Namun upaya-upaya tersebut, kata Wiku, tidak akan cukup dan pengetatan tidak bisa dilakukan secara terus menerus karena membutuhkan sumber daya yang sangat besar dengan risiko korban jiwa terlalu tinggi serta berdampak secara ekonomi.
Tentunya pada suatu titik, kata Wiku, pemerintah harus kembali melakukan relaksasi.
Hal tersebut disampaikan Wiku dalam konferensi pers virtual yang disiarkan di kanal Youtube BNPB Indonesia pada Selasa (20/7/2021).
"Penanganan covid-19 dapat berhasil dan efektif apabila saat keputusan relaksasi diambil, keputusan tersebut dipersiapkan dengan matang dan adanya komitmen dalam melaksanakan kebijakan atau kesepakatan dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
Kedua hal ini menjadi kunci adanya relaksasi yang efektif dan aman serta tidak memicu kasus kembali melonjak," kata Wiku.
Menurut Wiku, dengan memperhatikan dua faktor tersebut menjadi cara yang paling murah, mudah, dan dapat terus dijalankan dengan beebagai penyesuaian pada kegiatan masyarakat.
Namun sayangnya, kata dia, melalui pembelajaran yang ditemui di lapangan selama ini, keputusan relaksasi sering tidak diikuti dengan sarana, prasarana, fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengawasan protokol kesehatan yang ideal.
"Selain itu relaksasi juga disalahartikan sebagai keadaan aman sehingga protokol kesehatan dilupakan dan penularan kembali terjadi di masyarakat dan menyebabkan kasus kembali meningkat," kata Wiku.