Tim LaporCovid-19: Rata-Rata Pasien Isolasi Mandiri yang Meninggal Keluarganya Positif Corona
Ahmad Arif mengatakan berdasarkan data yang dihimpun timnya disimpulkan bahwa sebagian pasien covid-19 yang melakukan isolasi mandiri tidak terpantau.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Co-Inisiator Lapor Covid-19 Ahmad Arif mengatakan berdasarkan data yang dihimpun timnya disimpulkan bahwa sebagian pasien covid-19 yang melakukan isolasi mandiri (isoman) tidak terpantau.
Selain itu, kata dia, rata-rata pasien isoman yang meninggal keluarganya juga dalam kondisi positif Covid-19.
Hal itu disampaikannya dalam Konferensi Pers Lapor Covid-19 bertajuk "Puncak Gunung Es Kematian Covid-19 di Luar Fasilitas Kesehatan" yang disiarkan di kanal Youtube Lapor Covid-19 pada Kamis (22/7/2021).
"Dari temuan kami juga rata-rata dari pasien isoman yang meninggal ini, juga rata-rata keluarganya tengah positif," kata Arif.
Bahkan beberapa laporan tersebut, kata dia, mereka meninggal dalam waktu berdekatan.
"Ada yang bahkan dalam hitungan jam, suaminya, istrinya, lalu anaknya dan sebagainya. Ini menjadi tantangan yang sangat berat bagi mereka untuk memulasarakannya dan seterusnya," kata Arif.
Baca juga: Evaluasi PPKM, Wapres Minta Pemda di Jabar Awasi Aktivitas Niaga Agar Tak Timbul Klaster Covid-19
Selain itu, timnya juga menemukan ada pasien yang tidak mau ke rumah sakit dengan berbagai alasan.
Pasien tersebut, kata dia, banyak ditemukan di daerah sub urban atau di pedesaan.
Di Jawa Timur ini banyak sekali.
Termasuk di desa yang tadi kami coba pelajari excess deathnya atau jumlah kematian berlebih.
Selain itu, risiko excess death di daerah sub urban atau rural setidaknya di beberapa kasus yang ditemukan timnya sangat tinggi.
Baca juga: Malaysia Laporkan 13.034 Kasus Baru Covid-19, Setengah Tambahan Kasus Berasal dari Lembah Klang
Namun, dilaporkan di bawah jumlah sebenarnya karena datanya sangat terbatas.
Selain itu, kata dia, sebagian pasien juga cenderung menganggap bahwa sakit yang mereka derita adalah sakit biasa.
Sehingga, kata dia, mereka terlambat diperiksa dan baru dikonfirmasi positif setelah meninggal.
"Ini ada beberapa kasus walaupun tidak banyak, tapi mayoritas sebenarnya bahkan dia tidak dikonfirmasi, dia positif karena apa dan seterusnya," kata Arif.
Baca juga: Tina Toon Minta Pemprov DKI Jakarta Kaji Ulang Usulan Revisi Perda Covid-19
Peningkatan orang meninggal dunia dalam waktu yang berdekatan menjadi sebuah indikator ada yang memicunya, terlibih di tengah pandemi saat ini.
"Rata-rata lima orang dalam satu bulan kemudian menjadi 25 sampai 30 orang dalam 20 hari itu kan menjadi indikator ada satu yang luar biasa yang memicu itu," kata Arif.