UPDATE COVID-19 di Indonesia: Kasus Positif Bertambah 47.791, Kematian 1.824, dan yang Sembuh 43.856
Pemerintah melakukan pemutakhiran data terbaru terkait penambahan kasus virus corona (Covid-19) di Indonesia pada Rabu (28/7/2021).
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melakukan pemutakhiran data terbaru terkait penambahan kasus virus corona (Covid-19) di Indonesia pada Rabu (28/7/2021).
Kasus baru covid-19 di Indonesia pada Rabu ini bertambah sebanyak 47.791 kasus. Dengan penambahan tersebut, total akumulasi kasus Covid-19 di Tanah Air menjadi 3.287.727.
Pada hari ini kasus sembuh bertambah 43.856. Secara keseluruhan, sebanyak 2.640.676 orang telah sembuh dari Covid-19.
Sementara kasus kematian terkait Covid-19 sebanyak 1.824. Sejak awal pandemi, tercatat 88.659 orang meninggal terkait Covid-19.
Vaksinasi di Daerah Tertunda karena Stok Vaksin Covid-19 Langka
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi M Epid mengakui vaksinasi Covid-19 di sejumlah daerah tertunda, lantaran stok vaksin kosong.
Menurutnya, hal ini disebabkan jumlah pasokan vaksin yang Indonesia terima baru berjumlah 30 persen atau 151,9 juta dari total kebutuhan sekitar 462 juta dosis.
Selain itu pemerintah menetapkan skala prioritas daerah yang menerima vaksin yaitu pada daerah dengan jumlah kasus penularan tinggi.
Baca juga: Semua Nakes Thailand akan Disuntik Vaksin Pfizer Sumbangan dari AS
Hal itu disampaikan dalam acara Dialog Produktif Update Percepatan Vaksinasi Covid-19 yang disiarkan di akun Youtube FMB9ID_IKP pada Selasa (27/07/2021).
"Walaupun beberapa daerah mengatakan belum bisa melakukan vaksinasi karena vaksinnya belum dikirim oleh pusat tapi memang tadi saya katakan jumlah vaksin yang kita terima 151,9 itu masih kurang lebih 30% nya dari kebutuhan kita karena kebutuhan kita kan 462 juta dosis," ujar Nadia.
Baca juga: 14 Ribu Warga Ikut Vaksinasi Covid-19 Lewat Program Traveloka Experience di Bandara Soekarno-Hatta
Ia mengatakan supplai vaksin mulai meningkat mulai Juli ini dan semakin bertambah pada Oktober, November, Desember sampai 80 juta dosis tiba di Tanah Air.
"Di bulan Juli ini kita mendapatkan total 54 juta dosis yang terdiri dari vaksin Sinovac dalam bentuk bulk 39, 2 juta vaksin, Astrazeneca 6,7 juta dosis, Sinopharm untuk vaksinasi gotong royong 4 juta dosis, dan Moderna terdiri 4,5 juta," ujarnya.
Varian Baru Asal Indonesia
Sementara, lonjakan penambahan kasus positif Covid-19 yang sangat signifikan beberapa minggu terakhir ditengarai oleh varian baru dari virus SARS-CoV-2 varian delta.
Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara dengan kasus kematian tertinggi di dunia yaitu mencapai lebih dari 2000 orang dalam satu hari.
Peneliti sekaligus Ketua Tim WGS SARS-CoV-2 LIPI Sugiyono Saputra menyatakan, kasus Covid 19 di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh varian delta.
Berdasarkan riset yang dilakukan, juga ditemukan varian baru asal Indonesia yaitu varian B.1.466.2
Baca juga: Login pedulilindungi.id untuk Download Sertifikat Vaksin Covid-19 ke-1, Bisa via Aplikasi atau SMS
“Sebelum varian delta masuk ke Indonesia, varian lokal asal Indonesia ini pernah mendominasi kasus Covid 19 di Indonesia," ujarnya seperti dikutip dari laman LIPI, Selasa (27/7/2021).
WHO juga memberi peringatan kepada Indonesia agar varian lokal terus dimonitor, karena secara genetik varian ini dimungkinkan tingkat penularan yang tinggi di masyarakat atau berpotensi menyebabkan penurunan efektifitas vaksin dan terapi obat.
Baca juga: Menaker Minta P2K3 Ikut Bantu Pemerintah Kendalikan COVID-19
Akan tetapi sampai saat ini, bukti ilmiah terkait efek secara epidemiologi atau bukti ilmiah yang menunjukan langsung efek dari mutasi yang terjadi belum ada.
"Varian lokal saat ini kasusnya tidak banyak dan sampai saat ini varian delta lebih berbahaya dan lebih mendominasi,” jelas Sugiyono.
Ia memaparkan, sejak penelitian Covid-19 dilakukan di Indonesia, selama lebih dari satu tahun LIPI telah menemukan lebih dari 10 varian Covid 19.
Namun varian yang menjadi perhatian (variant of concern) adalah varian alfa, beta, gamma dan delta.
Baca juga: Dunia Usaha Kembali Salurkan Tabung Oksigen Gratis untuk Pasien Covid-19, Ini Syarat Mendapatkannya
Adapun varian lain yang baru mendapatkan pelabelan sebagai varian of interest (VOI) dari WHO adalah varian Lambda.
"Varian gama dan lambda belum ditemukan di indonesia sesuai data dari GISAID,” imbuhnya.
Dikutip dari situs resmi WHO varian baru lokal di Indonesia B.1.466.2 dimasukkan dalam kategori "Alerts for Further Monitoring" yang sampel pertamanya dilaporkan pada November 2020 lalu oleh Indonesia.
WHO menjelaskan varian dalam kategori Alerts for Further Monitoring memiliki potensi jadi berbahaya di masa depan karena memiliki perubahan genetik.
Hanya saja data bukti-buktinya masih belum cukup sehingga dibutuhkan pengawasan dan penelitian berulang yang kuat.
"Pemahaman kami terkait varian di kategori ini berkembang dengan cepat dan karena itu isinya bisa ditambah atau dikurangi begitu saja. Karena itu juga WHO tidak memberi label khusus," tulis WHO dalam situs resminya.
Sementara itu dikabarkan ada varian baru delta berkode AY.1 atau lazim disebut 'Delta Plus'. Varian ini terdeteksi sudah tersebar di beberapa kota di Indonesia di antaranya Mamuju dan Jambi.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) varian 'Delta Plus' masuk ke dalam variant of concern (VoC). 'Varian Delta Plus' sudah diidentifikasi di 11 negara, termasuk Amerika Serikat. Professor of Molecular Immunology and Virology, Institute of Medical Sciences, Banaras Hindu University, Sunit K Singh menjelaskan mutasi yang terdapat dalam varian 'Delta Plus' adalah K417N. Mutasi yang juga ditemukan dalam varian Beta.
Dikutip dari Hindustan Times, pakar virologi India menilai gejala varian Delta Plus tidak memiliki perbedaan signifikan dengan varian Delta dan varian Beta (B1351).
"Varian Beta dengan mutasi ini telah menunjukkan kemampuan untuk lolos dari antibodi yang diberikan oleh vaksinasi COVID, setidaknya sampai batas tertentu. Dengan kata lain, ada kemungkinan vaksin COVID-19 tidak akan melindungi dari mutasi ini secara efektif," kata Sunit.
Pemerintah diminta pantau pasien isoman
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar memantau pasien isoman untuk menekan angka kematian.
"Pasien bergejala ringan dan sedang diminta melakukan isoman karena faskes dan rumah sakit tidak mampu menampung. Implikasinya, pemerintah harus memantau pasien isoman dengan cermat, termasuk menyediakan konsultasi dokter, obat-obatan dan asupan bergizi. Kurangnya pantauan dan dampingan membuat jumlah kematian pasien isoman meningkat," ujar Netty, kepada wartawan, Rabu (28/7/2021).
Netty menyesalkan penanganan pandemi dari aspek kesehatan yang masih kedodoran. "Angka testing dan tracing terus menurun, sementara postivity rate lebih tinggi dari standar WHO. Kasus baru bertambah 45.203. Dan hingga 18 Juli 2021, tercatat 180 daerah berstatus zona merah," paparnya.
Dari aspek ekonomi, kata Netty, pemerintah belum efektif melakukan upaya pemulihan, antara lain ditandai dengan adanya 19,10 juta orang usia kerja atau 9,30 persen yang terdampak Covid-19.
Baca juga: Kemensos Persilakan Masyarakat Lapor Jika Ada Penyelewengan Bansos Covid-19
"Pertumbuhan ekonomi masih melambat, jumlah pengangguran dan masyarakat miskin akibat terdampak pandemi meningkat. Sayangnya pemerintah gagap merespon kondisi ini sehingga bansos dengan jumlah kecil pun terlambat dicairkan," jelasnya.
Terkait penanganan pasien isoman, menurut Netty, seharusnya tersedia tenaga pendamping untuk memantau perkembangan gejala.
"Seharusnya pemerintah dapat menggalang tenaga relawan melalui kolaborasi dengan ormas atau komunitas masyarakat."
Telemedicine untuk memantau pasien isoman, katanya, dapat digunakan sebagai alternatif solusi. Namun, teknologi ini belum sepenuhnya efektif mengatasi problem pasien isoman, sebab tidak semua lapisan masyarakat tahu, paham dan memiliki akses telemedicine.
Oleh karena itu, lanjut Netty, Pemerintah harus menggencarkan sosialisasi telemedicine dan memudahkan aksesnya agar menjangkau semua lapisan masyarakat.