Budi Mulyawan Ingatkan Warning Panwaslu Jakarta Soal Potensi Kecurangan hingga Serangan Fajar
Kecurangan, terutama serangan fajar diduga akan terjadi sangat masif dengan tujuan untuk dikalahkan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jejaring relawan Jakarta Raya (Jaya) Center mengerahkan pasukannya untuk mewaspadai potensi adanya serangan fajar maupun kecurangan di titik-titik wilayah rentan jelang dan saat pencoblosan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI berlangsung Rabu (27/11/2024) besok.
Ketua Umum Jaya Center Budi Mulyawan mengatakan pihaknya mengendus potensi munculnya kecurangan-kecurangan tersebut.
Kecurangan, terutama serangan fajar diduga akan terjadi sangat masif dengan tujuan untuk dikalahkan.
"Hari ini (Selasa) sampai menjelang pencoblosan besok, pemantauan dan kewaspadaan semua relawan lebih diintensifkan. Prioritas mewaspadai potensi serangan fajar bagi-bagi uang di kantong-kantong warga pemilih rawan," kata Budi Mulyawan, yang akrab dipanggil Chepy, dalam keterangannya, Selasa (26/11/2024).
Chepy mengungkapkan, potensi serangan fajar akan masif, karena kondisi lapangan sampai H-1 pencoblosan.
Baca juga: Budi Mulyawan Dukung Pesan Arsitek Top Jepang, Gubernur Jakarta harus Perhatikan Rakyat Kampung
"Apalagi, sudah ada 'warning' dari Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta M Jufri bahwa berdasarkan pengalaman pilgub sebelumnya, selalu ada kecurangan dilakukan kandidat Cagub," kata Chepy.
Peringatan dari Panwaslu DKI Jakarta itu, lanjut Chepy, harus disikapi serius.
Bahkan, kata dia, pernyataan Anggota Panwaslu yang diberitakan banyak media itu juga menyebutkan sejumlah modus kecurangan selain serangan fajar, bagi-bagi uang.
Penyampaian pesan menyoblos pasangan tertentu saat pembagian kartu pemilih, termasuk janji pemberian uang pasca Pilgub jika Paslon yang dimaksud terbukti menang.
Menurut Chepy, kantong-kantong daerah pemilih rawan serangan fajar yang menjadi sasaran antisipasi relawan pihaknya.
"Modus kecurangan lain yang juga menjadi pantauan relawan kami, yaitu mewaspadai potensi KPPS (Kelompok Panitia Pemungutan Suara) bekerjasama dengan timses. Ketua KPPS yang berbuat curang, biasanya tidak jujur dalam penghitungan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara)," ungkap Chepy.
Selain itu, potensi kecurangan di TPS, biasanya terjadi saat penghitungan suara. Menurutnya, yang membuka awal surat suara adalah petugas KPPS.
Saat mengangkat surat suara, jika pemilihnya bukan memilih paslon pengorder, dia akan robek, atau dia coblos dengan kukunya yang diruncingkan, atau pakai cincin.
"Ini modus kecurangan mengurangi suara. Surat suara yang dinyatakan rusak, maka bisa dianggap gugur," kata Chepy.
Chepy juga memperingatkan tentang potensi sasaran kecurangan pada kotak suara. Dengan tujuan menggelumbungkan suara.
Karena pergerakan kotak suara dari lokasi TPS ke lokasi kelurahan maupun lokasi KPPS tingkat kecamatan.
"Kecurangan berpotensi terjadi saat kotak suara dipindah ke kelurahan atau pun kecamatan. Bisa saja surat suara diganti, atau kotak suaranya diganti dengan surat suara yang sudah dicoblos," ungkap Chepy.