Limbah Medis Covid-19 Capai 18.460 Ton, Paling Banyak di Pulau Jawa
Bahkan makin hari jumlah limbah medis yang tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3) akibat pandemi Covid-19 itu terus meningkat.
Editor: Hendra Gunawan
*Masih Ada Pengusaha Bandel Impor Limbah B3 ke Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 tak hanya menyebabkan berjatuhannya korban jiwa, namun juga menyisakan banyak limbah medis.
Bahkan makin hari jumlah limbah medis yang tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3) akibat pandemi Covid-19 itu terus meningkat.
”Menurut data yang masuk ke pemerintah pusat dan direcord oleh Kementerian LHK, limbah medis sampai dengan tanggal 27 Juli itu berjumlah 18.460 ton," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya Bakar dalam konferensi pers virtual, Rabu (28/7/2021).
Ia menjelaskan, limbah medis Covid-19 itu berasal dari dari fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit darurat, Wisma tempat isolasi, karantina mandiri, maupun vaksinasi.
Baca juga: Sampah Medis Beracun 383 Ton Perhari, KLHK Bolehkan Penggunaan Insinerator Tak Berizin
Limbah medis itu kata Siti antara lain berupa infus bekas, masker, vial vaksin, jarum suntik, kemudian face shield, beban, hazmat, APD, pakaian medis sarung tangan, alat PCR antigen dan alkohol.
"Itulah yang disebut limbah medis beracun berbahaya," bebernya..
Jumlah limbah medis itu, Siti merinci, bisa mencapai 383 ton per hari. Meski kapasitas mengelola limbah B3 medis yaitu 493 ton per hari, namun yang menjadi masalah limbah medis tersebut terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Baca juga: Krisis Sampah di Indonesia, Seberapa Penting Pemakaian Kemasan Guna Ulang?
Siti lalu mengungkap arahan Presiden Jokowi menyikapi banyaknya limbah medis Covid-19. Ia mengatakan, Jokowi ingin penanganan limbah medis lebih diintensifkan.
"Jadi, arahan Presiden supaya semua instrumen untuk pengelolaan limbah medis untuk menghancurkan limbah medis yang infeksius harus kita selesaikan," urai Siti.
"Harus lebih sistematis, betul-betul dilihat dari titik paling jauh di lapangannya. Jadi, diperhatikan bagaimana sistem itu bekerja dari rumah sampai ke pusat-pusat pelayanan juga atau paralel sampai kepada tempat penanganannya," beber Ketua Dewan Pakar Partai NasDem ini.
Baca juga: Pamflet Pembuangan Sampah Jepang Dibuat ke Dalam Bahasa Indonesia
KLHK kemudian merespon perintah presiden itu ini dengan memberikan relaksasi penggunaan insenerator pada fasilitas kesehatan.
Relaksasi itu berupa percepatan izin dan pelonggaran penggunaan tanpa izin dengan syarat suhu 800 derajat celcius.
Siti mengatakan, incenerator (alat pengelola limbah) yang belum memiliki izin diperbolehkan beroperasi dengan syarat suhunya 800 derajat celcius dan akan terus diawasi oleh Kementerian LHK.