Tarif Tes PCR di India Murah, Pakar: Mungkin Ada Subsidi dari Pemerintah
Ada beberapa kemungkinan India mampu menekan harga tes PCR, seperti yang diungkap Eks direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika dibanding India, tarif tes PCR Indonesia berbeda 10 kali lipat.
Di India tes PCR hanya dibanderol Rp 96 ribu sementara di Indonesia rata-rata Rp 900 ribu.
Ada beberapa kemungkinan India mampu menekan harga tes PCR, seperti yang diungkap Eks direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama.
Baca juga: Viral Jokowi 404 Not Found di Batuceper, Polisi Buru Pembuat Mural
Ia mengatakan mungkin ada subsidi dari pemerintah setempat, sebagai bagian penanggulangan pandemi.
"Kalau harga tes lebih murah, maka jumlah tes di negara kita juga dapat lebih banyak sehingga lebih mudah mengendalikan penularan di masyarakat," ungkapnya dalam pesan tertulis yang diterima, Sabtu (14/8/2021).
Baca juga: IPOMI: Selama PPKM, Jumlah Penumpang Bus Terjun Bebas
Guru besar FKUI ini juga menilai, di India ada fasilitas keringanan pajak dan bukan hal yang mustahil jika harga PCR murah karena fasilitas tersebut.
Banyak juga dibicarakan tentang lebih murahnya bahan baku untuk industri, serta ketersediaan tenaga kerja yang besar.
"Semua kemungkinan ini perlu dianalisa lebih lanjut. Tetapi yang jelas, selain tarif PCR maka harga obat-obatan di India juga amat murah bila dibandingkan dengan Indonesia," ungkapnya lagi.
Tarif PCR di RI Mahal, Komisi IX DPR: Di Negara Shah Rukh Khan Jauh Lebih Murah
Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay menyoroti mengenai tingginya biaya tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di Indonesia.
Saleh mendorong agar pemerintah melakukan perbandingan harga PCR dengan negara lain. Satu di antaranya dengan negara asal aktor ternama Shah Rukh Khan, India.
"Dari pemberitaan yang ada, harga PCR di negara Shah Rukh Khan itu jauh lebih murah dari harga yang ada di Indonesia. Kalau dibandingkan, hampir mencapai 1 banding 10," ujar Saleh kepada Tribunnews.com, Sabtu (14/8/2021).
Baca juga: Sebut DKI Keluar Zona Merah, Wagub DKI Tunggu Keputusan Pemerintah soal Penurunan Level PPKM
Di India tes PCR dipatok Rp 96 ribu saja atau hanya sekitar 10 persen dari tarif batas atas yang ditentukan Pemerintah RI, yakni sekira Rp 900 ribu.
"Jika pemerintah bisa mengadakan PCR yang murah, tentu cakupan dan jangkauannya pun akan lebih luas," imbuh Saleh.
Baca juga: Ini Pesan Presiden Jokowi Kepada Seluruh Anggota Pramuka
Saleh menerangkan jika harga PCR murah, maka masyarakat akan lebih banyak yang bisa melaksanakan PCR dengan biaya sendiri.
Sehingga memudahkan pemerintah untuk melaksanakan program testing dan tracing.
"Selama ini, jumlah orang yang melakukan test sangat terbatas. Salah satu penyebabnya adalah harga yang terlalu tinggi. Tidak semua orang bisa menjangkau," imbuh Saleh.
Akibatnya, lanjut dia, hanya orang yang betul-betul membutuhkan kelengkapan administratif yang melakukan test. Misalnya, orang yang bepergian lewat bandara, perlu menunjukkan hasil PCR.
Baca juga: Mahalnya Harga Tes PCR di Indonesia Perlu Diselidiki
Dalam konteks ini, menurut Saleh, pemerintah perlu mengajak para produsen di Indonesia untuk duduk bersama. Demi mencari formulasi yang tepat untuk menurunkan harga. Dengan begitu, harga yang diturunkan tidak sampai merugikan para pengusahanya.
Opsi lain, kata Saleh, Pemerintah Indonesia perlu memikirkan untuk mengimpor PCR dari luar. Jika kebijakan ini yang akan dipilih, harus dipastikan bisa memberikan dampak positif terhadap warga Indonesis. Setidaknya, harganya harus jauh lebih murah dari yang ada saat ini.
"Kalau bisa memang produknya adalah lokal. Tetapi, kalau produk lokal tidak cukup kompetitif dari sisi harga, ya kebijakan impor bisa dijadikan sebagai alternatif," imbuh Saleh.
Saleh berujar, dengan situasi keterbukaan informasi seperti saat ini, masyarakat pasti akan membanding-bandingkan harga PCR Indonesia dengan negara lain. Dalam konteks ini, yang perlu dilakukan adalah menyesuaikan harga dengan harga yang ada di negara lain.
"Dengan begitu, kita di Indonesia tidak merasa membayar lebih jika dibandingkan dengan di negara lain," ucapnya.
Guru Besar FKUI: Kalau Harga Tes PCR di Indonesia Murah Penularan Covid Bisa Dikendalikan
Perbandingan tarif tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di India yang lebih murah ketimbang Indonesia menjadi perbincangan hangat belakangan ini.
Pertanyaan terus muncul mengenai harga alat tes PCR tersebut yang dianggap lebih mahal di Indonesia.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut kalau harga tes PCR lebih murah di Indonesia maka lebih mudah untuk mengendalikan penularan virus covid-19.
Baca juga: Varian Baru Masih Ada, Juru Bicara Covid-19 Sebut Tidak Ada Pelonggaran
"Kalau harga tes lebih murah maka jumlah tes di negara kita juga dapat lebih banyak sehingga lebih mudah mengendalikan penularan di masyarakat," ujar Tjandra kepada Tribun, Sabtu (14/8/2021).
Tentu kata Prof Tjandra perlu analisa yang mendalam mengapa sampai biaya tes PCR di tanah air begitu mahal.
Pengalaman Tjandra sewaktu menjabat Direktur WHO Asia Tenggara dan berkantor di New Delhi, biayanya tes PCR 2400 rupee, atau Rp 480.000. Waktu itu tarif tes PCR di Indonesia masih sekitar lebih dari 1 juta rupiah.
Pada November 2020 pemerintah kota New Delhi menetapkan harga baru yang jauh lebih rendah lagi, hanya 1200 rupee atau Rp 240.000, turun separuhnya dari yang saya bayar di bulan September 2020.
Lalu turun lagi harga tarif PCR menjadi 800 rupee saja (Rp 160.000) untuk pemeriksaan di laboratorium dan RS swasta.
Baca juga: Biaya Tes PCR Tinggi, Pimpinan DPD RI: Keselamatan Rakyat Tidak Bisa Ditinjau dari Aspek Untung-Rugi
Selanjutnya awal Agustus 2021 ini pemerintah kota New Delhi menurunkan lagi patokan tarifnya, menjadi 500 rupee, atau Rp 100 ribu saja.
Kalau pemeriksaannya dilakukan di rumah klien maka tarifnya adalah 700 rupee, atau Rp 140 ribu rupiah.
Sementara itu tarif pemeriksaan rapid antigen adalah 300 rupee atau Rp 60 ribu rupiah.
Pemerintah kota New Delhi juga meminta agar laboratorium swasta di kota itu dapat menyelesaikan pemeriksaan dan memberi tahu hasilnya ke klien dalam satu kali 24 jam, termasuk juga melaporkannnya ke portal pemerintah yang dikelola oleh Indian Council of Medical Research (ICMR) sehingga ditanya segera dikompilasi di tingkat nasional, mencegah keterlambatan pelaporan, inisiatif yang bagus.
"Tentang perbandingan harga tes PCR dengan India, sebenarnya bukan hal yang baru," kata Tjandra.
Tjandra juga menceritakan berdasarkan penuturan seorang temannya dari India mungkin ada subsidi dari pemerintah setempat, sesuatu yang nampaknya barangkali saja terjadi sebagai bagian penanggulangan pandemi.
"Juga mungkin karena ada fasilitas keringanan pajak, yang saya tidak punya informasi yang pasti tentang hal itu. Banyak juga dibicarakan tentang lebih murahnya bahan baku untuk industri. Juga mungkin ketersediaan tenaga kerja yang besar jumlahnya," ujar Tjandra.
Semua kemungkinan tersebut lanjutnya perlu dianalisa lebih lanjut. Tetapi yang jelas, selain tarif PCR maka harga obat-obatan di India juga amat murah bila dibandingkan dengan Indonesia.
"Pada waktu saya 5 tahun bertugas di WHO Asia Tenggara yang berkantor di New Delhi India maka setiap kali pulang ke Jakarta dirinya selalu membawa titipan obat-obat dari teman-teman di Indonesia untuk konsumsi sehari-hari mereka," ujarnya.(Willy Widianto)