Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Jokowi Minta Harga PCR Turun, Legislator PAN Dorong Permenkes Segera Diterbitkan

Intan meminta agar Pemerintah segera menindaklanjuti dan memberlakukan peraturan tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR Swab

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Presiden Jokowi Minta Harga PCR Turun, Legislator PAN Dorong Permenkes Segera Diterbitkan
Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi 

Lebih lanjut, Intan mengungkapkan, Komisi IX DPR sudah kerap mengingatkan Kemenkes soal rendahnya serapan anggaran diagnostik (pemeriksaan dan pelacakan), yang seharusnya bisa dilakukan maksimal.

Anggaran diagnostik Tahun 2021 tak sedikit, dengan rincian untuk testing sebesar Rp 9,3 T dan tracing Rp 600 miliar namun serapan rendah.

Data Per 29 Mei 2021 saja, realisasi anggaran testing dan tracing hanya Rp 152, 11 Miliar atau hanya sekitar 2,50 Persen. 

"Anggaran besar, tapi realisasi atau serapan anggarannya selalu rendah.

Tracing juga sangat tidak maksimal karena WHO mensyaratkan jika satu orang positif maka harus dilakukan pelacakan minimal 30 orang yang melakukan kontak erat," ujar legislator dapil Jabar VI ini.

Intan menilai salah satu kendala di Indonesia terkait PCR adalah karena mesin real time PCR, reagen-kit dan PCR test kit masih tergantung impor.

Hal ini salah satu faktor yang membuat harga PCR melambung tinggi. 

Berita Rekomendasi

Kalaupun ada test kit produksi dalam negeri, Intan mengatakan hal itu belum bisa memenuhi kebutuhan massal.

Baca juga: Minta Pemerintah Bebaskan Pajak Alkes, Obat-Obatan hingga test PCR, IDI: Jangan Bebani Orang Sakit

Demikian  juga importirnya dimana para pelaku usahanya masih terbatas, sehingga mengakibatkan biaya tinggi dan masyarakat yang terbebani.

"Standardisasi Lab yaitu wajib Bio Safety Level 2 harus, mengingat hal ini adalah alat diagnosa infeksi virus menular.

Namun sudah saatnya Alat Kesehatan kita tidak tergantung impor. Kita memiliki BUMN Farma, salah satunya Indofarma, yang berdiri tahun 1918 jauh sebelum kemerdekaan RI, namun produksi alkes masih rendah dan terbatas, saat ini hanya bisa merakit dan yang diproduksi baru sebatas tempat tidur RS dan lainnya.

Kita harapkan produsen Alat Kesehatan dalam negeri harus lebih produktif sehingga di bidang kesehatan dan penanganan pandemi, Indonesia tidak bergantung kepada produk luar negeri yang ujungnya biaya tinggi sehingga membebani rakyat ," urai Ketua Umum Perempuan Amanat Nasional (PUAN) ini.


"Saya yakin baik BUMN atau swasta yang bergerak di bidang Alkes bisa mengejar ketertinggalan itu," pungkasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas