Epidemiolog: PPKM Harus Dipantau Ketat
Menurut Iwan, PPKM di Jawa-Bali berhasil menurunkan penularan Covid-19 secara signifikan. Namun, dia melihat efek PPKM masih kecil di luar Jawa Bali.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) harus dilaksanakan dan dipantau ketat sesuai indikatornya.
Kemudian, disertai peningkatan cakupan protokol kesehatan, 3T (testing, tracing, dan treatment), dan vaksinasi.
Kalau itu berjalan, menurut Iwan, kasus Covid-19 akan semakin berkurang dan bahkan terkendali.
"PPKM akan selalu ada sampai wabah terkendali. Level PPKM bisa naik, tetap atau turun, sesuai indikatornya. Jika PPKM dilaksanakan dan dipantau ketat sesuai indikatornya, disertai peningkatan cakupan prokes, 3T dan vaksinasi, kasus akan semakin berkurang dan menuju wabah terkendali," kata Iwan Ariawan dalam pernyataannya, Rabu(18/8/2021).
Menurut Iwan, PPKM di Jawa-Bali berhasil menurunkan penularan Covid-19 secara signifikan. Namun, dia melihat efek PPKM masih kecil di luar Jawa Bali.
Baca juga: Polda Jateng Ambil Langkah Antisipatif Sikapi Beredarnya Selebaran Kritik Soal Perpanjangan PPKM
Per Senin, 16 Agustus 2021 pemerintah mengizinkan kapasitas mal naik dari 25% menjadi 50%. Kemudian, aktivitas di rumah ibadah naik menjadi 50%.
Lalu, bekerja di kantor bisa 100% dengan syarat ketat. Terkait pelonggaran tersebut, Iwan menyarankan prosedur yang sudah dibuat harus dilaksanakan secara konsisten.
"Perlu pemantauan apakah pelonggaran ini menyebabkan terjadinya peningkatan kasus Covid-19 pada pengunjung tempat-tempat tersebut atau tidak," ujar Iwan.
Jika ada indikasi prosedur tidak dilaksanakan secara konsisten atau menjadi sumber penularan, maka perlu pengetatan kembali. Bahkan penutupan tempat-tempat tersebut.
Mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menilai ada tiga syarat yang bisa menentukan penyebaran Covid-19 terkendali atau tidak. Pertama, pembatasan sosial.
"Pembatasan sosial itu untuk orang perorang, mulai penggunaan 3M atau 5M. Kalau dari pemerintah melakukan pembatasan sosial mau PSBB, PPKM atau segala macam, silakan," ujar Tjandra yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Baca juga: Selama PPKM Level 4, KAI Tolak 4.727 Calon Penumpang KA Jarak Jauh Melakukan Perjalanan
Kedua, tracing dan testing harus ditingkatkan sesuai target. "Tes harus ditingkatkan sampai 400 ribu, tracing harus dilakukan. Untuk setiap orang yang positif diperiksa 15 orang di sekitarnya," ujar Tjandra.
Ketiga, vaksinasi harus ditingkatkan. "Minimal target 2 juta sehari harus dipenuhi," ujarnya.
Tjandra menilai perpanjangan PPKM tentu diputuskan berdasar kriteria penentuan level risiko. "Sesuai SK Menkes 30 Juni dan juga bisa dipakai panduan WHO 14 Juni," katanya.
Dia menambahkan, kalau memang suatu kabupaten/kota sesuai perhitungan memang level 4, maka harus diteruskan pembatasan sosial, sambil terus dilakukan tes dan vaksin, agar berubah ke level 3, 2, atau 1. "Kalau levelnya sudah mulai menurun, bisa pelonggararan bertahap," jelasnya.
Menurut dia, vaksinasi penting untuk mencegah Covid-19. Penggunaan sertifikat vaksin sebagai syarat untuk masuk mal, termasuk bagian dari pelonggaran bertahap. Tetapi kalaupun sudah divaksin, prinsip jaga jarak dan pakai masker harus tetap dilakukan.(Willy Widianto)