Beban Kerja Vaksinasi Penyandang Disabilitas Lebih Ringan Jika Gunakan Vaksin Janssen, Ini Alasannya
Vaksin Janssen tiba di Indonesia Sabtu (11/9/2021). Vaksin ini ditujukan bagi masyarakat umum yang berusia 18 tahun ke atas dengan dosis tunggal.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Vaksin Janssen tiba di Indonesia Sabtu (11/9/2021). Vaksin ini ditujukan bagi masyarakat umum yang berusia 18 tahun ke atas dengan dosis tunggal sebanyak 0,5 mililiter.
BPOM sudah menguji tingkat efektivitas vaksin ini, bisa mencegah gejala Covid-19 secara keseluruhan sebesar 67,2 persen. Keunggulan lain vaksin ini adalah hanya perlu disuntikkan satu kali saja.
Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono, sudah menyatakan vaksin diberikan kepada wilayah aglomerasi di Pulau Jawa yang masih rendah vaksinasinya.
Namun, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin menyatakan jika pemerintah mengalokasikan vaksin dari Johnson & Johnson untuk kalangan disabilitas atau kelompok rentan, maka beban kerja vaksinasi akan lebih ringan.
Berdasarkan pengalaman vaksinasi bagi kalangan disabilitas di Bantul, Yogyakarta, pada Agustus lalu, butuh persiapan ekstra.
Baca juga: Lampaui Target, Sentra Vaksinasi UBL Jangkau 54 Ribu Lebih Akseptor
Baca juga: Kemenkes Genjot Vaksinasi Covid-19 di Provinsi yang Capaiannya Masih di Bawah 20 Persen
“Butuh koordinasi banyak pihak untuk menggelar vaksinasi kalangan disabilitas,” kata co-founder Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), Buyung Ridwan Tanjung, pada keterangan resmi, Rabu (15/9/2021).
Penyelenggara vaksinasi harus melakukan edukasi agar penyandang disabilitas mau divaksin.
Lokasi vaksinasi juga tak bisa asal pilih. Harus ramah bagi pengguna kursi roda atau alat bantu lainnya.
Belum lagi tak semua penyandang disabilitas memiliki kendaraan yang bisa digunakan untuk menuju lokasi vaksinasi.
Baca juga: Percepat Herd Immunity, Evalube Gelar Vaksinasi 2 Dosis untuk Dewasa dan Lansia
Maka, penyelenggara harus menyediakan kendaraan khusus untuk antar jemput penerima vaksin.
Saat di lokasi vaksin, penyelenggara juga harus menyediakan tenaga penerjemah bahasa isyarat. Agar, penyandang disabilitas rungu bisa berkomunikasi dengan tenaga Kesehatan.
Ditambah, adanya pemeriksaan, karena banyak penyandang disabilitas yang kurang memahami kondisi badannya sendiri.
Jika vaksinasi digelar secara jemput bola ke rumah-rumah penerima vaksin, vaksinnya juga belum tentu bisa tahan lama.
Pemerintah daerah juga kemungkinan sulit menggelar vaksinasi bagi kalangan disabilitas karena butuh bantuan dari banyak warga sipil.
"Jika pemerintah mengalokasikan vaksin dari Johnson & Johnson ini untuk masyarakat adat di pedalaman, kalangan disabilitas atau kelompok rentan, maka beban kerja vaksinasi akan lebih ringan. Maka, kalau vaksinasi bisa hanya sekali suntik saja, itu luar biasa,” kata Hamid.
Dengan penggunaan vaksin sekali suntik, maka penerima vaksin juga hanya sekali menanggung efek vaksin. Atau biasa disebut dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Mengingat masyarakat adat atau warga di pedalaman tinggal jauh dari layanan kesehatan.
Kalangan disabilitas juga akan terbantu, sebab mereka tak bisa leluasa bolak-balik periksa kesehatan jika menanggung KIPI.