Pemerintah Perlu Pertimbangkan Pemberian Vaksinasi Janssen di Luar Jawa, Ini Alasannya
Vaksin sekali suntik dari Johnson & Johnson ini dianggap sangat pas diberikan pada masyarakat yang berada di luar Jawa. Mengapa? Simak alasannya.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Indonesia telah menerima 500 ribu dosis vaksin Janssen dari Belanda pada Sabtu (11/9/2021).
Empat hari sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah memberikan izin penggunaan darurat. Atau EUA (Emergency Use Authorization) untuk penyuntikan vaksin ini.
Vaksin Janssen ini diproduksi oleh perusahaan farmasi Johnson & Johnson ini ditujukan bagi masyarakat umum yang berusia 18 tahun ke atas.
Baca juga: Oknum Dokter Jual Vaksin Covid-19 Padahal Digratiskan oleh Pemerintah
Baca juga: Beban Kerja Vaksinasi Penyandang Disabilitas Lebih Ringan Jika Gunakan Vaksin Janssen, Ini Alasannya
Vaksin ini diberikan dengan dosis tunggal sebanyak 0,5 mililiter.
BPOM sudah menguji tingkat efektivitas vaksin ini, bisa mencegah gejala Covid-19 secara keseluruhan sebesar 67,2 persen.
Keunggulan lain vaksin ini adalah hanya perlu disuntikkan satu kali saja.
Namun, Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono, menyatakan vaksin hanya diberikan kepada wilayah aglomerasi di Pulau Jawa yang masih rendah vaksinasinya.
Namun menurut Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin, penggunaan vaksin sekali suntik dari Johnson & Johnson ini pdiberikan pada masyarakat yang berada di luar Jawa.
Karena akan membuat vaksinasi lebih efisien. Karena tak perlu dua kali penyelenggaraan vaksinasi.
Dari pengalaman selama ini, menggelar vaksinasi di luar Jawa bukan hal mudah.
Berbagai faktor menjadi hambatan di antaranya jarak, kondisi jalan, hingga sarana transportasi. Hal ini tentu bisa menyurutkan minat warga untuk mengikuti program vaksin.
"Efisiensi ini bermanfaat bagi pemerintah dan penerima vaksin," ungkap Hamid dalam keterangan resmi, Rabu (15/9/2021).
Selain itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Rukka Sombolinggi menyebut vaksi ini lebih cocok digunakan di daerah yang warganya tinggal jauh dari kota.
Misalnya masyarakat adat, di mana akses angkutan kendaraan minim. Contohnya saja seperti Meratus, Kalimantan Selatan, orang harus berjalan kaki dua hari demi menempuh jarak ke tempat vaksin.
“Jika mereka hanya perlu sekali vaksin, akan sangat membantu,” kata Rukka.
Contoh lain adalah di Jambi. Warga di Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo. Warga harus menempuh perjalanan 4 jam hanya untuk ke pusat kota kecamatan.
Belum lagi jika cuaca sedang turun hujan, maka jalanan berubah jadi lumpur yang susah dilewati. Lalu di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Banyak warga yang sudah susah payah menuju lokasi vaksinasi, gagal divaksin karena mabuk akibat perjalanan jauh dengan mobil bak terbuka.