Survei Temukan Ada Praktik Jual Beli Booster Covid-19
Hasilnya ditemukan 2,5% atau 162 responden yang sudah divaksinasi mengatakan bahwa mereka sudah menerima dosis ketiga,
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Hasil survei Change.org Indonesia, Katadata Insight Center (KIC) dan KawalCOVID19.id menemukan pratik pemberian vaksin booster bukan untuk tenaga kesehatan.
Head of Katadata Insight Center (KIC) Adek Media Roza memaparkan, survei ini disebarkan 6-21 Agustus 2021 secara online ke seluruh Indonesia dengan melibatkan 8.299 responden menggunakan metode convenience sampling.
Hasilnya ditemukan 2,5% atau 162 responden yang sudah divaksinasi mengatakan bahwa mereka sudah menerima dosis ketiga, 90% lebih dari mereka adalah tenaga kesehatan.
Baca juga: Ketua Komisi X Minta PTM Tetap Dilanjutkan Meski Muncul Klaster Covid-19 di Lingkungan Sekolah
Tapi masih ditemukan ada 16 responden bukan tenaga kesehatan yang ditawari dosis ketiga.
Adek menyebut, ada informasi jadi responden datang untuk suntikan ketiga, punya kenalan yang mengurus tempat vaksinasi, sampai membayar untuk mendapatkan dosis ketiga.
“Detil ini mengkonfirmasi bahwa praktik pemberian dosis ketiga ke warga non nakes terjadi di lapangan,” kata Adek dalam diskusi virtual Rabu (22/9/2021).
Baca juga: Mayoritas Pasien Kanker Merespons Positif Vaksin Covid-19
Adek pun merinci, dari 16 responden non-nakes itu, 25 persen di antaranya memiliki kenalan yang mengurus atau mengelola pelaksanaan vaksinasi.
Kemudian 18,8 persen mendapat informasi dari media sosial.
Kemudian 12,5 persen lainnya ditawari booster vaksin oleh pejabat setempat, 12,5 persen lainnya membayar ke perusahaan, dan 25 persen sisanya dengan alasan lain-lain.
Campaigner dari Change.org Indonesia Efraim Leonard menyampaikan, melalui hasil survei yang ini, maka pihak terkait dapat memetakan masalah-masalah apa yang dihadapi masyarakat, terutama terkait dengan pengalaman vaksinasi mereka.
"Ini penting agar masyarakat bisa bergerak dan bersuara untuk memperbaiki program vaksinasi ke depannya," ujar Efraim.