Kaum Perempuan Terimbas Pandemi Covid: Jadi Kepala Keluarga Dadakan Hingga Tidak Terima Bansos
Jumlah perempuan kepala keluarga ini diyakini terus bertambah seiring pandemi covid yang masih berlangsung
Penulis: Eko Sutriyanto
Selama pandemi, dia bekerja sebagai buruh harian usaha makanan rumahan.
“Gajinya Rp40 ribu sehari,” ujarnya.
Penghasilan ini pun tidak menentu karena dia hanya bekerja berdasar kebutuhan majikan.
Penghasilan Haryati jelas jauh dari kata cukup mengingat dua anaknya masih sekolah.
Pada Maret 2021 Haryati sempat diterima bekerja di pabrik garmen di Bantul dengan gaji Rp1,5 juta.
Namun, kondisi tersebut hanya berlangsung empat bulan. Penerapan PPKM menghentikan operasional pabriknya.
Bagai jatuh tertimpa tangga, ponsel yang biasa digunakan keluarga itu rusak.
Padahal, anaknya membutuhkan peranti tersebut untuk bersekolah dari rumah. Haryati terpaksa harus membobol tabungan satu-satunya demi kelancaran pendidikan anaknya.
Persoalannya, perempuan seperti Haryati kurang diakui statusnya sebagai kepala keluarga. Berbagai program bantuan sosial kerap tidak memasukkan mereka dalam daftar penerima.
Beban lebih berat juga ditanggung oleh perempuan disabilitas yang menjadi kepala keluarga.
“Akses mereka makin kecil terhadap informasi, bantuan sosial, dan vaksin,” kata Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia ( HWDI ), Maulani Rotinsulu.
Dengan akses informasi yang kurang inklusif dan layanan publik yang tak setara gender, membuat perempuan disabilitas itu makin susah di masa PPKM.
Menurut Villa, pangkal masalahnya ada pada pasal 31 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Aturan itu hanya mengakui suami alias laki-laki sebagai kepala keluarga, sementara perempuan hanya diakui sebagai ibu rumah tangga.
Baca juga: 90 Juta Warga Terima Dosis Pertama Vaksin Covid-19, Suntikan Booster Ada yang Gratis dan Berbayar