Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pandemi Belum Usai, Indonesia Mungkin Alami Gelombang Ketiga, Kasus Rachel Vennya Bisa Jadi Pemicu

Pandemi covid-19 belum usai. Gelombang ketiga bisa saja menghantam Indonesia. Apa saja yang perlu diwaspadai bisa jadi pemicu?

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Pandemi Belum Usai, Indonesia Mungkin Alami Gelombang Ketiga, Kasus Rachel Vennya Bisa Jadi Pemicu
Freepik
ilustrasi virus corona. Pandemi Belum Usai, Indonesia Mungkin Alami Gelombang Ketiga, Kasus Rachel Vennya Bisa Jadi Pemicu 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pandemi covid-19 belum usai. Gelombang ketiga bisa saja menghantam Indonesia. Apa saja yang perlu diwaspadai bisa jadi pemicu?

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan hal itu didasari dari pengalaman negara di Eropa dan Amerika Serikat.

Ada beberapa puncak serangan Covid-19 ini.

Nadia mengatakan hal ini pun berlalu bagi negara dengan cakupan vaksin yang cukup tinggi seperti Inggris, Amerika dan Israel.

Baca juga: Gelombang Ketiga Covid-19 Bisa Dicegah, Apa yang Harus Dilakukan? Ini Kata Vaksinolog

Baca juga: Imbas Bantu Rachel Vennya Kabur dari Karantina di Wisma Atlet, Satu Lagi Oknum TNI Dinonaktifkan

"Kita melihat gelombang ketiga sesuatu yang niscaya pasti terjadi. Kenapa? karena banyak negara mengalami gelombang ketiga, seperti Inggris dan Amerika Serikat dimana mereka memiliki cakupan vaksinasi yang tinggi, juga memiliki tingkat prokes yang sudah baik," ujar Nadia dalam diskusi virtual, Kamis (21/10/2021).

Ia memaparkan, dalam satu tulisan jurnal ilmiah disampaikan bahwa sifat Covid-19 ini akan menimbulkan gelombang gelombang berkali-kali.

"Jadi tidak cukup dengan satu gelombang dan sudah mencapai puncaknya. Kemudian turun, seperti yang saat ini kita alami. Artinya kemudian ada serangan, pandemi ini selesai," ungkap perempuan berhijab ini.

Berita Rekomendasi

Varian Delta dan Mutasi Virus Covid-19 Masih Diwaspadai
Mutasi virus covid-19 pun harus selalu diwaspada. Serangan varian delta menjadi buktinya

Menurut Nadia, varian Delta merupakan jenis yang ganas dan mudah terinfeksi. Selain itu varian ini cepat menyebar.
"Begitu berhadapan varian Delta terjadi peningkatan kasus. Walau angka kematian dan kesakitan lebih rendah. Sudah ada contoh negara yang mengalami gelombang ketiga," kata Nadia lagi.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers virtual Jumat (10/9/2021).
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers virtual Jumat (10/9/2021). (Tribunnews.com/ Rina Ayu)

Mobilitas Bisa Munculkan Potensi Lonjakan Kasus
Selain itu Nadia mengingatkan, adanya pergerakan mobilitas masyarakat berpotensi menimbulkan lonjakan kasus di tengah varian atau mutasi virus.

Ada libur perayaan Maulid nabi yang minggu ini yang cukup banyak pergerakan masyarakat, kedua Natal, juga yang terakhir ini tahun baru.

Baca juga: Mobilitas Wisatawan Asing Akan Diawasi Daerah Penyelenggara Wisata 

Baca juga: Selain Bodyguard, Aksi Salim Nauderer Berupaya Lindungi Rachel Vennya Curi Perhatian

"Di mana tahun baru ini adalah biasanya terjadi peningkatan kasus yang cukup besar seperti yang kita alami waktu di akhir 2020," jelas Nadia.

Selain itu, pada akhir tahun nanti terdapat potensi kegiatan di dalam masyarakat yang menimbulkan lonjakan kasus. Biasanya setelah perayaan hari besar, muncul peningkatan kasus.

Kaburnya Rachel Vennya dari Karantina Bisa Jadi Pencetus Gelombang Ketiga
Kasus selebgram Rachel Vennya yang mangkir dari kewajiban karantina terus diselidiki.

Ketua Penanganan Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengungkapkan, bahaya seseorang tidak menjalani karantina.

"Kita terus terang setiap hari takut hati-hati gelombang tiga. Gelombang tiga itu muncul kalau kita undang. Tergantung perilaku manusia dan perilaku virus itu sendiri," ujarnya seperti dikutip dari Podcast Deddy Corbuzier, Kamis (21/10/2021).

Rachel Vennya dan kuasa hukumnya, Indra Raharja menyampaikan permintaan maaf usai jalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Kamis (21/10/2021).
Rachel Vennya dan kuasa hukumnya, Indra Raharja menyampaikan permintaan maaf usai jalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Kamis (21/10/2021). (ist)

Profesor yang kerap disapa Berry ini, kasus di Tanah Air menunjukkan tren positif dimana kasus harian maupun kasus meninggal ditekan seminimal mungkin.

"Top sekali penanganan Covid-19 di Indonesia. Kita takut kalau kembali ke rangking satu (jumlah kasus positif di dunia," kata dia.

Baca juga: Rachel Vennya Kabur Karantina, Pamer Rayakan Ultah di Bali, Ketua Satgas IDI: Terlalu Percaya Diri

Baca juga: Terkuak, Lolosnya Rachel Vennya dari Karantina Dibantu Dua Anggota TNI Salah Satunya dari Paskhas

Menurutnya, kasus Rachel dapat memicu terjadinya gelombang ketiga karena perilaku manusia yang tidak patuh terhadap aturan pencegahan penularan virus Corona, apalagi di luar negeri kini dilaporkan banyak temuan varian dan mutasi baru.

"Amat takut kembali terjadi lonjakan kasus. Ini kan bisa jadi pencetus gelombang ketiga seperti Juli awal Agustus dimana rumah sakit penuh, ribuan orang isolasi mandiri, dan banyak yang meninggal saat isoman. Dan sekarang kasus meninggal nyaris minimal, rendah sekali. Bikin trauma itu (lonjakan kasus)," ungkapnya.

Zubairi Djoerban
Zubairi Djoerban (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Dokter sekaligus influencer dr Tirta juga menyatakan, kabur karantina setelah dari luar negeri memiliki potensi membawa mutasi.

Alasannya, belajar dari kasus 01 dan 02 Covid-19 di Indonesia pada awal Maret 2020 lalu, kini selang setahun kasus di Indonesia telah mencapai 4 jutaan kasus.

"Dia itu (Rachel) bisa merusak potensi penanganan Covid di Indonesia. Rachel ini datang dari Amerika terus kabur di dua tempat berda bali dan jakarta melibatkan banyak oknum. Ada jaminan gak orang-orang disekitarnya enggak kena covid atau berani bertanggung jawab kalau dia ternyata membawa mutasi P1 dan P2 dari Amerika," ungkap dokter kelahiran Surakarta ini.

Seorang guru mengecek suhu tubuh siswa yang akan mengikuti Pengajaran Tatap Muka (PTM) hari pertama di SDN 232, Palembang, Senin (6/9/2021). Siswa dan guru menerapkan protokol yang ketat seperti selalu memakai masker, melakukan pengecekan suhu tubuh dan mencuci tangan sebelum masuk ke dalam kelas. Siswa pun diatur untuk mengikuti pembelajaran tatap muka sebanyak seminggu dua kali pertemuan dengan durasi dua jam pelajaran.TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO
Seorang guru mengecek suhu tubuh siswa yang akan mengikuti Pengajaran Tatap Muka (PTM) hari pertama di SDN 232, Palembang, Senin (6/9/2021). Siswa dan guru menerapkan protokol yang ketat seperti selalu memakai masker, melakukan pengecekan suhu tubuh dan mencuci tangan sebelum masuk ke dalam kelas. Siswa pun diatur untuk mengikuti pembelajaran tatap muka sebanyak seminggu dua kali pertemuan dengan durasi dua jam pelajaran.TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO (TRIBUN SUMSEL/TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO)

Ingat! Covid-19 Belum Selesai, Tetap Ketatkan Prokes

Ia pun menyebutkan jika masyarakat Harus terus diingatkan bahwa pandemi belum selesai. Kondisi membaik bukan berarti sudah memenangkan peperangan Covid-19.

Masyarakat tetap waspada sampai vaksinasi telah merata ke seluruh masyarakat yang sasaran secara lengkap.

Pada kondisi tersebut, baru ada relaksasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

"Kalau sekarang belum boleh prokes dilonggarkan. Belum boleh barisan ibadah dirapatkan kembali. Indonesia baru sampai 50 persen dosis pertama. Dan ada 68 persen masih harus mendapatkan dosis kedua," pungkas Nadia.

Ilustrasi masker medis - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta masyarakat mewaspadai beredarnya masker palsu yang dikhawatirkan membuat seseorang rentan tertular Covid-19.
Ilustrasi masker medis - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta masyarakat mewaspadai beredarnya masker palsu yang dikhawatirkan membuat seseorang rentan tertular Covid-19. (freepik.com)

Tiga Resep Hindari Lonjakan Kasus Ala Vaksinolog
Situasi Covid-19 saat ini relatif terkendali. Angka harian menurun drastis, rumah sakit pun tidak lagi penuh seperti lonjakan kasus di bulan Juni.

Namun menurut Dokter Spesialis Penyakit dalam dan Vaksinolog, dr Dirga Sakti Rambe M Sc Sp PD, fenomena ini harus disikapi dengan penuh kehati-hatian.

"Karena kita sudah belajar, dapat pengalaman banyak lonjakan kasus pertama dan terakhir bulan Juli dan Juni. Tidak boleh terjadi lagi," ungkapnya pada acara KPCPEN secara daring, Kamis (21/10/2021).

Oleh karena itu di tengah penurunan kasus dan izin melakukan aktivitas di ruang publik, tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Mengikuti aturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Terus meningkatkan laju vaksinasi.

Petugas medis melakukan tes swab PCR kepada warga di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (23/7/2021). Pemerintah berencana melakukan peningkatan testing dan pelacakan atau tracing secara masif dalam waktu dekat. Upaya tes dan tracing tersebut rencananya akan dilakukan di kawasan padat penduduk di sejumlah wilayah. Tribunnews/Herudin
Petugas medis melakukan tes swab PCR kepada warga di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (23/7/2021). Pemerintah berencana melakukan peningkatan testing dan pelacakan atau tracing secara masif dalam waktu dekat. Upaya tes dan tracing tersebut rencananya akan dilakukan di kawasan padat penduduk di sejumlah wilayah. Tribunnews/Herudin (Tribunnews/Herudin)

Hal ini dikarenakan selalu ada potensi atau ancaman munculnya lonjakan kasus Covid-19. Pelonggaran, kata dr Dirga harus dinikmati secara bertanggungjawab.

"Jadi secara alamiah sifat penyakit Covid-19 naik turun. Itu kita dapat cegah sebetulnya. Sampai sekarang varian apa pun, resepya sama," katanya lagi.

Dr Dirga pun menyampaikan tiga resep agar lonjakan kasus dapat dihindarkan. Pertama tetap disiplin prokes.

Tetap mengenakan masker, hindari kerumunan dan lainnya. Kedua, lakukan vaksinasi dan ketiga, memperkuat tracing dan treasing.

"Apa pun varianya, dengan tiga ini Insyaallah bisa dikendalikan," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Rina Ayu/Aisyah Nursyamsi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas