Epidemolog Nilai Tes PCR Perlu untuk Penumpang Semua Moda Transportasi
Kebijakan wajib tes PCR dinilai tak hanya berlaku pada penumpang pesawat melainkan semua jenis moda transportasi, baik udara dan juga laut.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Epidemiolog dan Peneliti Senior Kamaluddin Latief menilai kebijakan wajib tes PCR tak hanya berlaku pada penumpang pesawat melainkan semua jenis moda transportasi, baik udara dan juga laut.
Diharapkan, pemerintah bisa menekan harga PCR serendah mungkin, bahkan jika memungkinkan, hingga mendekati batas atas harga tes antigen.
Baca juga: PHRI Minta Pemerintah Belajar ke India, Harga Tes PCR Bisa Rp 97 Ribu
Baca juga: Harga PCR Akan Diturunkan Jadi Rp 300 Ribu, Berapa Tarif di Negara Tetangga?
"Subsidi adalah opsi lain yang juga bisa ditawarkan pemerintah. Mekanisme di wilayah yang sulit melakukan PCR harus diatur lebih lanjut dengan membuat beberapa perkecualian atau prasyarat lain.
Ini harus dipikirkan caranya," katanya Senin (25/10/2021).
Ia mengatakan, kebijakan wajib tes PCR dalam penerbangan di wilayah Jawa-Bali (PPKM Level 4-1) dan luar Jawa-Bali (PPKM Level 4-3) perlu dilakukan sebagai bagian proses skrining dalam upaya pengendalian pandemi.
"Kebijakan wajib tes PCR untuk penerbangan domestik adalah keharusan dan dibutuhkan. Jika mengacu kepada test Covid-19,maka gold standard-nya adalah PCR. Hal ini yang harus dipahami oleh semua pihak," ujar Kamal.
Ia mengungkapkan, dengan ancaman lonjakan kasus gelombang ke-3 dan munculnya beberapa varian baru di luar negeri, maka pelonggaran mobilitas, harus diiringi dengan penguatan skrining.
Namun dia mengingatkan, kebijakan seperti ini juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas tracing dan sistem kekarantinaan.
Baca juga: Pelaku Industri Pariwisata Sebut Harga Tes PCR Rp 300 Ribu Masuk Akal
Baca juga: Pemerintah Segera Terapkan Syarat Tes PCR bagi Pengguna Moda Transportasi Lain
Menurutnya, karantina serta protokol kesehatan harus tetap dilakukan dengan ketat dan konsisten.
"Sanksi terhadap pelanggar juga harus dijalankan. Intinya, kita berupaya agar bisa membuat sistem yang mendekati ideal sesuai kapasitas optimal yang bisa kita lakukan," tegasnya.
Walaupun positivity rate di Indonesia melandai, masyarakat tetap harus waspada.
Lonjakan kasus yang meningkat tajam pada periode Juni-Juli 2021 selalu menjadi pengingat.
"Selain itu, kita juga harus belajar dari Singapura, Inggris dan Taiwan, yang memiliki kendali sistem, test dan vaksinasi relatif baik, pada akhirnya tetap kembali mengalami lonjakan kasus. Kita harus
belajar dari pengalaman seperti ini," imbuhnya.
Indonesia juga berisiko menghadapi kenaikan kasus pada akhir tahun sehubungan dengan mobilitas masyarakat yang meningkat.
"Jika kita memilih melakukan pelonggaran mobilitas, maka mau tidak mau screening ketat, dengan memilih jenis tes yang lebih sensitif yakni PCR adalah pilihan," ujarnya.