Peneliti Sebut Lebih dari 25.000 Ton Sampah Plastik APD Terapung di Lautan Akibat Covid-19
Penelitian baru mengungkapkan lebih dari 25.000 ton APD dan jenis sampah plastik lainnya terkait virus corona (Covid-19) telah memasuki lautan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penelitian baru mengungkapkan lebih dari 25.000 ton Alat Pelindung Diri (APD) dan jenis sampah plastik lainnya terkait virus corona (Covid-19) telah memasuki lautan.
Para peneliti dari Sekolah Ilmu Atmosfer Universitas Nanjing dan Lembaga Oseanografi Scripps UC San Diego telah memimpin analisis baru dalam penelitian yang dilakukan sejak awal pandemi pada 2020 hingga Agustus 2021.
Baca juga: Bunga Zainal Doyan Belanja ke Pasar, Rela Kegerahan karena Pakai APD saat Berbelanja
Baca juga: Memanfaatkan Teknologi Basis Konsorsium Mikroorganisme, Limbah Ternak Diolah Jadi Briket Media Tanam
Mereka pun memprediksi hampir tiga perempat atau sekitar 71 persen sampah APD akan terdampar di pantai pada akhir tahun ini.
Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (9/11/2021), menurut penelitian tersebut, sejak awal epidemi hingga Agustus 2021, 193 negara di dunia menghasilkan 8,4 juta ton sampah plastik terkait pandemi.
Mayoritas plastik yang terkait Covid-19 ini berasal dari limbah medis yang dihasilkan rumah sakit.
"Sampah plastik menyebabkan kerusakan pada kehidupan laut dan telah menjadi masalah utama lingkungan global. Pandemi Covid-19 baru-baru ini telah menyebabkan peningkatan permintaan plastik sekali pakai, meningkatkan tekanan pada masalah yang sudah di luar kendali ini," kata pengantar makalah itu.
Para peneliti mengklaim bahwa pekerjaan mereka menggarisbawahi 'masalah jangka panjang untuk lingkungan laut, terutama terakumulasi di pantai dan sedimen pesisir'.
Masker, face shield, sarung tangan sekali pakai, dan baju bedah adalah bagian dari APD.
Sedangkan kemasan plastik apapun yang digunakan untuk menyimpan produk ini, serta plastik dari alat uji, semuanya dianggap sebagai 'plastik terkait Covid-19'.
Jika tidak dibuang secara benar, semua zat ini dapat menyusup ke sungai dan akhirnya berakhir di lautan dunia.
Menurut penelitian itu, Sungai Shatt al-Arab, Indus, dan Yangtze, masing-masing mengalir ke Teluk Persia, Laut Arab, dan Laut China Timur, telah menyumbang 73 persen dari total pembuangan plastik.
Debit dari sungai-sungai Eropa pun menyumbang 11 persen dari total limbah, dengan kontribusi sederhana dari benua lainnya.
Para peneliti membandingkan jumlah kasus Covid-19 dengan jumlah sampah plastik terkait Covid-19 yang juga masuk ke sungai berdasarkan benua.
Asia memiliki jumlah sampah tertinggi yang dihasilkan yakni 46,3 persen dari sampah plastik terkait pandemi global, namun menyumbang total 31,2 persen dari kasus Covid-19 global.
Angka kasusnya mengindikasikan negara di Asia berada pada urutan kedua setelah Amerika yang mencetak 47,6 persen kasus.
Menurut penulis penelitian tersebut, ini mencerminkan tingkat pengelolaan limbah medis yang lebih buruk pada banyak negara di Asia, termasuk India dan China, jika dibandingkan dengan negara-negara industri di Amerika Utara dan Eropa dengan jumlah kasus infeksi yang besar.
Penelitian itu memprediksi mayoritas sampah plastik laut kemungkinan akan mengendap di pantai dan dasar laut dalam waktu 3 hingga 4 tahun.
Lalu bagian yang lebih kecil akan memasuki laut terbuka, di mana pada akhirnya akan terperangkap di pusat cekungan laut atau 'pilin' subtropis, yang merupakan sistem besar arus berputar pada masing-masing dari lima samudra utama.
Mirisnya, tumpukan sampah yang terdiri dari APD, serasah, alat tangkap, dan limbah lainnya dapat terus terbentuk di lima pilin subtropis dunia.
Samudra Arktik khususnya, merupakan 'jalan buntu' untuk sampah plastik yang didorong ke dalamnya, hal ini disebabkan oleh pola sirkulasi laut.
Oleh karena itu, penulis penelitian ini pun menyarankan pengelolaan limbah medis yang lebih baik di pusat gempa, khususnya di negara berkembang, untuk memerangi masuknya sampah plastik ke lautan.
Mereka juga menyerukan penyampaian informasi yang lebih luas terkait dampak lingkungan dari APD dan barang-barang plastik lainnya, serta pengembangan bahan ramah lingkungan lainnya.