WHO: Ada Bukti Sebaran Omicron Lebih Cepat, Pengaruhi Orang yang Divaksinasi dan Pulih dari Covid-19
Ada bukti signifikan yang menunjukkan bahwa varian Omicron menyebar lebih cepat dan mempengaruhi kekebalan orang yang divaksin dan yang sembuh covid.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Ada bukti signifikan yang menunjukkan bahwa varian baru virus corona (Covid-19) Omicron menyebar lebih cepat dibandingkan varian lainnya dan mempengaruhi kekebalan orang yang divaksinasi atau telah pulih dari infeksi Covid-19.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Senin kemarin.
Baca juga: Omicron Makin Meluas, Indonesia Tambah Daftar Larangan Masuk WNA, Masa Karantina Akan Diperpanjang
Baca juga: Varian Omicron Terdeteksi di 89 Negara, WHO: Omicron Menyebar dengan Sangat Cepat
"Sekarang ada bukti yang konsisten bahwa Omicron menyebar secara signifikan lebih cepat daripada varian Delta. Kemungkinan besar orang yang divaksinasi atau pulih dari Covid-19 dapat terinfeksi atau terinfeksi ulang," kata Tedros saat jumpa pers di Jenewa, Swiss.
Ia menyebut Covid-19 telah merenggut lebih dari 3,3 juta jiwa pada 2021, jumlah ini bahkan melampaui angka kematian yang disebabkan HIV, malaria dan TBC pada tahun lalu.
Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (21/12/2021), Presiden Badan Obat Italia (AIFA), Giorgio Palu memperkirakan bahwa kemungkinan diperlukan hingga 40 kali lebih banyak antibodi virus corona untuk melawan varian Omicron dibandingkan dengan virus aslinya, yakni SARS-CoV-2.
Sebelumnya pada Desember ini, Inggris telah mengkonfirmasi satu kasus kematian terkait Omicron di negara itu.
Sedangkan pada November lalu, WHO mengidentifikasi varian baru sebagai varian yang menjadi perhatian.
Hal itu karena jumlah mutasinya yang tinggi, sehingga memungkinkan varian ini bersifat lebih menular dan berbahaya.
Di tengah masuknya kasus baru yang disebabkan oleh penyebaran Omicron, banyak negara telah memberlakukan pembatasan tambahan dan mendesak warganya untuk menerima dosis penguat (booster) vaksin.