Ilmuwan Sebut Dampak Omicron Tak Parah karena Virus Sulit Menginfeksi Sel Paru-paru
Sejumlah ilmuwan dunia menyebut virus Corona varian Omicron memiliki dampak yang lebih ringan terhadap pasien yang terinfeksi.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah ilmuwan dunia menyebut virus Corona varian Omicron memiliki dampak yang lebih ringan terhadap pasien yang terinfeksi.
Meskipun dampak varian Omicron lebih ringan, jumlah orang yang terinfeksi lebih banyak dan menyebabkan meningkatnya orang yang dirawat.
Termasuk para petugas kesehatan yang dinyatakan positif.
Dilansir Al Jazeera, penelitian masih terus dilakukan untuk mengetahui apakah varian Omicron memang menyebabkan penyakit yang lebih ringan dan membawa risiko rawat inap yang lebih rendah.
Dokter sekaligus Dosen Senior di Fakultas Kedokteran Universitas Leeds dan Universitas Bradford di Inggris, Dr Amir Khan mengungkapkan, varian Omicron menyimpan mutasi yang membuatnya lebih mudah menular.
Baca juga: Gubernur Jabar Persiapkan Oksigen Setelah 20 Warganya Terpapar Omicron
“Sebuah tim peneliti di fakultas kedokteran Universitas Hong Kong menemukan Omicron bereplikasi 70 kali lebih cepat daripada Delta di saluran udara manusia,” ungkap Amir Khan.
Ia menjelaskan, apabila dibandingkan dengan varian Delta dan virus Corona awal, varian Omicron jauh lebih cepat masuk ke bronkus melalui saluran napas atas.
“Tetapi (varian Omicron) jauh lebih lambat di infiltrasi jaringan paru-paru itu sendiri,” ungkapnya.
Menurut para peneliti, varian Omicron bereplikasi kurang efisien, yakni 10 kali lebih rendah dari pada virus SARS-Cov2 asli, yang mungkin menunjukkan tingkat keparahan penyakit yang lebih rendah.
Hipotesis menyebut penyakit serius akibat Covid-19 terjadi begitu virus masuk ke paru-paru dan menyebar ke bagian tubuh lain dari sana.
Baca juga: Jerman Setop Pembatasan Perjalanan Omicron untuk Inggris dan Afrika Selatan
Namun jika bisa ditampung di saluran udara bagian atas, mulut, hidung, dll, maka jauh lebih ringan.
Namun, Dr Michael Chan, peneliti utama dari Universitas Hong Kong mendesak kehati-hatian atas temuan tersebut.
Ia mengatakan penting untuk dicatat bahwa tingkat keparahan penyakit pada manusia tidak hanya ditentukan oleh replikasi virus tetapi juga oleh respons imun inang terhadap infeksi tersebut.
Disebutkannya, banyak kasus rawat inap Covid-19 terjadi bukan hanya karena penyakit yang disebabkan oleh virus, tetapi juga karena sifat tak terduga yang digunakan sistem kekebalan tubuh manusia untuk merespons virus tersebut.